Kalau ekonomi Islam sebagai kritik ekonomi ortodok sama artinya ekonomi Islam diletakkan sebagai salah satu varian dari ekonomi heterodok.[1] Bila ekonomi Islam sebagai ekonomi heterodok, sama artinya kemunculan ekonomi Islam karena adanya ekonomi ortodok. Namun kalau ekonomi Islam menolak masuk sebagai varian dari ekonomi heterodok, ekonomi Islam masuk sebagai ilmu ortodok ataupun berposisi sejajar sebagai ilmu ekonomi ortodok.
Literatur Barat lebih condong meletakkan ekonomi Islam sebagai ekonomi heterodok dikarenakan dianggap memenuhi syarat sebagai varian baru dalam ilmu ekonomi yang keberadaan sebagai kritik ekonomi ortodok. Oleh karenanya ekonomi Islam cenderung diidentik sebagai ekonomi heterodok Disamping itu, ekonomi Islam oleh sementara pihak dianggap mewakili pemikiran yang berbasiskan pada agama. Hal ini memenuhi syarat sebagai ekonomi heterodok yang tumbuhnya karena kritik terhadap problem moral dalam ekonomi ortodok. Bagi ortodok moralitas adalah unscientific concept yang tidak terindentifikasi dalam metode keilmuwan yang dimilikinya.
Kemajuan ekonomi ortodok membuahkan sentimen bagi pendukung ekonomi Islam. Sentimen yang tumbuh dari sikap emosional ini yang menyeret pada usaha untuk mencari cara menundukkan ekonomi ortodok dengan mengunakan standar/metode ekonomi ortodok sebagai standar kemajuan ekonomi Islam. Akibatnya ekonomi Islam mengunakan ukuran kemajuan menurut ukuran ekonomi ortodok sebagai upaya untuk mengalahkan ekonomi ortodok. Dampaknya ekonomi Islam terseret pada logika pembandingan yang lebih mempengaruhi ekonomi Islam untuk bersikap pragmatis. Sikap pragmatis dilakukan ekonomi Islam untuk bersaing dengan ekonomi konvensional adalah dengan mengunakan model ekonomi yang digunakan oleh ekonomi ortodok.[3]
Namun, membangun ekonomi Islam dengan cara membangun sistem ekonomi yang telah dimiliki ekonomi ortodok merupakan dampak tersanderanya logika ekonomi Islam untuk mengikuti pola perkembangan ekonomi ortodok di berbagai aspek. Padahah ekonomi Islam dan ekonomi ortodok tidak bisa diperbandingkan karena kedua memiliki perbedaaan dasar. Oleh karena itu ekonomi Islam tidak bisa mengikuti pola perkembangan ekonomi ortodok. Adapun perbedaan yang mendasar antara ekonomi Islam dan ekonomi ortodok adalah sebagai berikut:
a. Sumber hukum yang berbeda
Sumber hukum ekonomi Islam adalah al quran dan al hadist. Al quran merupakan wahyu Allah yang diturunkan melalui Jibril kepada Muhammad SAW untuk disampaikan pada manusia. Hadist merupakan ucapan dan tindakan Rasulullah sebagai manusia pilihan Allah untuk menjadi utusannya. Al quran dan al hadist memiliki nilai universal yang tidak hanya berisikan kaidah ekonomi namun segenap dimensi kehidupan manusia, tidak saja menjelaskan kehidupan di masa Rasulullah SAW tetapi juga menjelaskan kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan manusia di dunia.
Ilmu ekonomi ortodok yang tidak di dasarkan atas wahyu lebih banyak mengunakan konteks masalah dimana pemikiran ekonomi tersebut hidup. Mereka mengunakan teori yang berasal dari asumsi-asumsi yang dibangun oleh sejarah pada waktu teori tersebut ditemukan. Maka karakter pemikiran-pemikiran ekonomi ortodok sangat dipengaruhi oleh latar beakang kehidupan mereka, seperti the Wealth of Nation yang disusun Adam Smith menunjukan pengaruh filsafat hukum kodrat dalam pemikirannya. [4] Demikian juga pengaruh latar belakang birokrasi yang mempengaruhi John M Keynes dalam menyusun bukunya the General Theory, demikian juga dengan pemikiran ekonomi ortodok yang lain yang menjadi sumber hukum ekonomi lainnya.
Pemikiran ekonom-ekonom Barat—demikian juga dengan ekonomi Muslim— bias terhadap sejarah hidup mereka. Maka untuk menjadi dari sumber hukum ekonomi secara umum karena ilmu ekonomi cenderung berkembang dari waktu ke waktu sehingga dibutuhkan sumber hukum yang mampu mengakomodasi berbagai perubahan-perubahan tersebut. Al quran sebagai wahyu Allah SWT sebagai sumber hukum ekonomi karena Allah SWT pemilik kebenaran dari segala kemungkinan kecenderunga atas semua perbuatan manusia.
b. Lahir pada waktu yang berbeda.
Ekonomi Islam lahir sejak Rasulullah SAW (569-632) menyebarkan ajaran Islam pada masyarakat Mekah dan Madinah,[5] kemudian di lanjutkan oleh khulafaurashidin yang membangun pemerintahan selama 29 tahun, dari 632 sampai 661 masehi. Seterusnya di lanjutkan oleh bani Umayah dari tahun 661 sampai 750, muncul ekonomi Zayd bin Ali (738). Di masa bani Abbasiyah dari 7 tahun, dari 750 sampai 1258 masehi muncul ekonomi muslim seperti Abu Hanifah (767); Al-Awza’I (774), Imam Malik (Madinah:796) ; Abu Yusuf (798); Muhammad bin Hasan al-Shaibani (804) dan sebagainya. Akhirnya pada abad 11 muncul ekonom muslim yang cukup populer seperti, ibnu Khaldum (1040) Al Ghazali (1111) sampai Shah Waliullah (1762).[6]
Melalui transformasi pengetahuan akhirnya pengetahuan Islam bisa masuk ke Barat lewat Spanyol, Andalusia, Sisillia.[7] Perkembangan pemikiran ekonomi Barat mulai tumbuh pada abad 12 yang dimulai munculnya pemikiran ekonomi paham Scholastik (12-15) dengan tokohnya Thomas Aquinas. Dimana pada saat itu pusat pengetahuan ada di kalangan pendeta sebagai pemegang legitimasi pengetahuan. Merkantilis (1500-1770) dengan tokohnya Thomas Mun, Malynes, Davenant, Colbert dan Petty. Psiokratis (1756-1776) dengan tokohnya Quesnay dan Turgot. Kemudian disusul dengan ekonom klasik Adam Smith (1776) Krisis ekonomi pada 1930 memicu perubahan dunia akan pemikiran ekonomi klasik dengan munculnya. JM Keynes melalui General Theory of Employment, Interets and Money (1936) sebagai antitesis dari pemikiran Adam Smith yang pro pasar Seterusnya muncul varian-varian baru dalam pemikiran ekonomi sebagai kritik atas keberadaan ekonomi mainstrem [8]
Kemunculan ekonomi Islam bukan karena ekonomi ortodok, karena sejarah membuktikan bahwa kemunculan ekonomi Islam sejak Rasulullah SAW hidup. Ekonomi Islam merupakan bagian integral ajaran Islam, bukan dampak dari sebuah keadaan yang memaksa kemunculannya, jadi bukan karena ekonomi ortodok yang memaksa kehadiran ekonomi Islam.
c. Kemajuan yang berbeda
Kemajuan ekononomi Islam sudah ada sejak Rasulullah SAW memimpin umat Islam, demikian juga di masa khulafaurahidin. Di masa Abbasiyah puncak kejayaan Islam pada masa Umar bin Abdul Aziz atau Umar II (717-720). Di masa Umayah kejayaan berada pada masa Harun al Rasyid (786-809). Kemajuan pada periode pemerintah yang berbeda tersebut dibuktikan dengan ditemukan beberapa penemuan baru dibidang intelektual, budaya dan perdagangan yang dicapai di seluruh ranah Islam pada tahun 800 hingga 1600. Kemajuan Islam mengubah kota Damaskus, Baghdad , Kairo, dan Kordoba menjadi kota utama pengetahuan dan perdagangan. [9]
Penemuan teknologi pada abad pertengahan karena kebutuhan umat, seperti ditemukan kompas, teropong, kertas dan lain sebagainya. Penemuan-penemuan ini dilandasi usaha untuk menjawab berbagai masalah yang masyarakat hadapi pada jamannya. Kompas ditemukan karena kebutuhan untuk menunjuk arah ketika umat Islam menyeberangi lautan untuk berniaga atau meluaskan wilayahnya. Teropong untuk melihat bulan untuk menentukan akhir bulan Ramadhan. Kertas ditemukan karena kebutuhan dalam pencatatan transaksi dalam perniagaan Demikian juga ditemukannya alat-alat modern yang lain disebabkan oleh usaha untuk untuk mendapatkan solusi dari banyaknya masalah-masalah kehidupan yang umat Islam alami pada jamannya.
Demikian pula tumbuhnya pemikiran ekonomi pada masa Rasulullah SAW, khulafaurahidin, masa kekhalifaha sebagai upaya menjawab persoalan-persoan ekonomi yang ada di jamannya. Kecenderungan ada pengaruh latar-belakang kehidupan dalam teori-teori ekonomi pada ekonom Muslim nampak dari karya-karya yang di kemukakan. Pengaruh tersebut berupa pengaruh pemikiran, pengaruh geografi, dan pengaruh jabatan/pekerjaan menjadi bagian penting dalam merumuskan pemikiran-pemikiran ekonomi yang mereka pahami.[10]
Berbagai pemikiran ekonomi dan penemuan teknologi oleh umat Islam terutama pada abad pertengahan bukan dikarenakan ekonomi ortodok, yang menimbulkan sikap untuk menyaingi dan mengungguli ekonomi ortodok yang memang belum ada pada masa itu. Kemajuan Islam dengan ditemukan pemikiran dan teknologi pada abad pertengahan dikarenakan kebutuhan masyarakat akan perlunya teknologi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tumbuhnya ekonomi Islam bukan karena adanya ekonomi ortodok tetapi karena kebutuhan umat manusia.
c. Makna istilah yang berbeda
Islam memiliki definisi, makna dan ukuran yang berbeda dengan ekonomi ortodok Islamisasi bisa dilakukan bila umat Islam melepaskan diri berbagai unsur selain yang berhubungan dengan Islam. Islamisasi di lakukan dalam usaha menemukan kembali definisi, makan dan ukuran sesuatu unsur, komponen, obyek menurut Islam Oleh karenanya Islamisasi menurut Naquib (197 adalah liberation of man first from magical, mythological, animistic, national-cultural tradition (opposed to Islam), and then from secular control over his reason and language. [11] Dengan bahasa lain Islamisasi adalah usaha untuk melepaskan dari berbagai pemahaman manusia yang didasarkan interpretasi ideologi sekular; dan dari makna dan ekspresi sekuler. [12]
Istilah-istilah ekonomi dalam ekonomi Islam memiliki definisi, makna, dan ukuran berbeda dengan ekonomi ortodok. Selama istilah-istilah ekonomi Islam dan ekonomi ortodok definisi, makna dan ukurannya sama maka syarat untuk melakukan Islamisasi dalam bidang ekonomi menemui kegagalan. Ekonomi ortodok menguasai ekonomi dunia, maka istilah-itilah ekonomi termanipulasi oleh pemaknaan ekonomi ortodok yang cenderung mengandung sifat rasionalis, individualis dan keseimbangan. Selama pengunaan istilah ekonomi dikuasai peristilahan ekonomi ortodok maka logika ekonomi Islam akan dikuasai oleh ekonomi ortodok.
Walaupun belum tentu istilah ekonomi dalam ekonomi Islam dan ekonomi ortodok berbeda namun harus dimaklumi bahwa ada berbedaan definis, makna, dan ukuran pasti ada. Seperti makna dalam istilah kemajuan, kesejahteraan, pertumbuhan, pengangguran, kemiskinan, bahkan tidak menutup kemungkinan istilah-istilah yang berkaitan masih dipengaruhi mengunakan definisi, makna dan ukuran ekonomi ortodok. Bila istilah ekonomi yang di gunakan ekonomi Islam sama dengan ekonomi ortodok makna ekonomi Islam bukan hanya secara filosofi ekonomi Islam sulit dibedakan dengan ekonomi ortodok tetapi juga secara teknis.
Akhir kata, ekonomi Islam dan ekonomi ortodok tidak bisa dibandingkan karena berbedaan sumber hukum, sejarah, kemajuan dan istilah. Usaha membandingkan sama maknanya mempersamakan keduanya objek yang jelas dalam posisi yang berbeda. Tidak mungkin membandingkan dengan objektif sesuatu yang sudah jelas berbeda. Artinya objektifitas tidak akan kita dapatkan dalam membandingkan ekonomi Islam dengan ekonomi ortodok karena kita membandingkan dua objek yang jelas tidak sama.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
-
Motivasi Spiritual Karya pakar neurosains dan antropolog Terence Deacon memperlihatkan bahwa pencarian makna yang membuat manusia butuh b...
-
Terkadang dalam kehidupan sehari hari,para suami suka merendahkan peran istri dalam rumah tangga. Padahal pada kenyataannya istri sangat ...
-
Kesetiakawanan Sosial atau rasa solidaritas sosial adalah merupakan potensi spritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa oleh karen...
No comments:
Post a Comment