Friday, November 13, 2009

Konsep Ekonomi Islam Bagi Budget Defisit

Pengumuman kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) oleh pemerintah pada awal Maret lalu menimbulkan reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Pemerintah berargumen kenaikan harga BBM adalah salah satu upaya untuk mengurangi subsidi BBM yang jumlahnya semakin meningkat. Ini terkait kenaikan harga minyak dunia sejak triwulan IV 2004 yang melebihi asumsi harga minyak APBN. Kebijakan menaikkan harga BBM diharapkan dapat mengurangi beban defisit anggaran.
Sementara itu, anggota dewan, sekelompok pengamat ekonomi dan lapisan masyarakat lainnya menganggap pemerintah seharusnya dapat mencari alternatif lain ketimbang mengambil jalan pintas menaikkan harga BBM. Mereka yakin kenaikan harga BBM akan menambah beban ekonomi masyarakat miskin pasca krisis ekonomi 1997, ditambah dampak bencana tsunami yang belum berakhir.

Apakah mengurangi subsidi BBM merupakan satu-satunya jalan untuk mengurangi defisit anggaran? bagaimana sebenarnya solusi untuk mengurangi defisit anggaran pemerintah dari sisi ekonomi Islam? Salah satu prinsip utama ekonomi Islam untuk mengurangi defisit anggaran adalah dengan menggunakan alat (instrumen keuangan) yang dapat memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat. Dalam ekonomi Islam, setidaknya terdapat dua tipe instrumen keuangan yang dapat dipergunakan yaitu non-debt financing instrument (instrumen keuangan bukan utang) dan debt-based financing instrument (instrumen keuangan utang). Instrumen Keuangan Bukan Utang

Instrumen keuangan bukan utang adalah sertifikat yang diterbitkan oleh pemerintah dengan prinsip syariah yang memungkinkan pemiliknya memperoleh bagi hasil dan dapat diperdagangkan (tradable) pada harga pasar. Selain itu, kepemilikan atas sertifikat ini mencerminkan kepemilikan akan suatu proyek (kegiatan) pemerintah yang dapat mendatangkan pendapatan.

A. Instrumen Ijarah

Adalah contoh pertama dari instrumen keuangan bukan utang yaitu suatu sertifikat yang ditawarkan kepada publik sebagai bukti kepemilikan atas proyek pemerintah seperti infrastruktur (jalan, jembatan), fasilitas kesehatan, pendidikan, mesin dan peralatan, pelabuhan udara, dan lain-lain. Proyek-proyek tersebut dijalankan oleh pemerintah melalui dana yang diperoleh dari pemilik ijarah. Pemerintah di sini adalah penyewa dan apabila kelak proyek tersebut mendatangkan keuntungan maka pemilik ijarah sebagai investor akan memperoleh bagi hasil dari keuntungan tersebut.

Pemilik ijarah bertanggungjawab penuh terhadap kelangsungan proyek demikian pula pemerintah menjaga pelaksanaan proyek agar berjalan sesuai harapan kedua pihak. Pemerintah sebagai penerbit ijarah wajib menuliskan di dalam prospektus bahwa pemilik ijarah dapat menjual kepemilikannya pada harga pasar yang mencerminkan nilai pasar proyek tersebut.

Bentuk-bentuk ijarah yang biasa diterbitkan antara lain, (1) perpetual (renewable ijarah instrument), yaitu sertifikat ijarah yang dapat diperbaharui setelah jatuh tempo. (2) Temporary ijarah yaitu ijarah yang tidak dapat diperbaharui dan nilainya semakin menurun (gradually losses its value) dalam interval (periode) umur ijarah, dan (3) declining ijarah yaitu ijarah yang diterbitkan dengan kemungkinan bagi penyewa (pemerintah) untuk memiliki proyek dalam periode tertentu sehingga dalam hal ini ijarah merupakan pula debt equity swap.

B. Profit and Loss Sharing Instrument

Instrumen ini terdiri dari sharikah dan mudarabah yang mensyaratkan bagi hasil dan bagi kerugian dalam prosentase yang disepakati bersama. Ciri umum dari instrumen sharikah adalah berkurangnya hak pengelolaan pemerintah dan beralih kepada pemilik sharikah (investor). Keuntungan bagi pemerintah adalah proyek tetap berjalan dengan manajemen dan tenaga ahli dari swasta namun pemerintah masih memiliki kontrol terhadap proyek tersebut.

Sedangkan pemilik sharikah (investor) mendapatkan hak pengelolaan proyek selain menyediakan pembiayaan. Instrumen sharikah dapat diperdagangkan dan pemerintah dapat meningkatkan (menurunkan) kepemilikannya melalui pasar sekunder. Sementara itu, mudarabah adalah bentuk yang paling ideal bagi proyek-proyek pemerintah yang strategis (income earning projects) seperti di sektor pertambangan, kehutanan, pertanian, komunikasi, dan lain-lain.

Pengalaman empiris perbankan Islam menunjukkan bahwa mudarabah berpotensi memobilisasi dana dalam jumlah besar selain memberikan kesempatan bagi pemerintah untuk mengusahakan keahlian manajerial sehingga memberikan ekspektasi positif bagi investor (pemilik mudarabah). Sebagai instrumen keuangan, mudarabah dapat diterbitkan dalam jangka pendek, menengah maupun panjang oleh pemerintah pusat, daerah maupun swasta (yang di back-up pemerintah) serta dapat berbentuk perpetual, temporary dan declining seperti ijarah.

C. Instrument Output Sharing

Dengan instrumen ini, pemerintah menjual proyek atau harta tetap (fixed asset) seperti jalan tol, infrastruktur, dll kepada pemilik sertifikat. Selanjutnya, pemilik sertifikat menunjukkan sebuah agen (managing partner) yang akan mengelola proyek tersebut termasuk menanggung biaya operasional. Pemerintah dalam hal ini dapat ditunjuk sebagai managing partner yang menanggung biaya operasional namun di sisi lain akan mendapatkan bagi hasil dari proyek yang ditangani.

Instrumen Keuangan Utang

Sementara itu, instrumen keuangan utang adalah pilihan lain untuk menutupi defisit anggaran terutama bagi keperluan jangka pendek. Namun demikian, ekonomi Islam mempunyai aturan pokok dalam hal ini. Pertama, utang hanya dapat dipindahtangankan sesuai dengan nilai yang tertera di awal periode dan tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang yang umumnya dikompensasikan dalam bentuk bunga. Kedua, utang tidak dapat ditukar dengan utang. Bentuk-bentuk umum instrumen ini antara lain murabahah, salam, istisna dan obligasi ijarah.

Pada murabahah, proyek pemerintah dikerjakan oleh pihak swasta namun kemudian setelah rampung proyek tersebut dijual kepada pemerintah yang membelinya dengan pembayaran yang ditangguhkan. Oleh karena tertundanya manfaat dari pembayaran maka pihak swasta menjual proyek tersebut dengan mark-up kepada pemerintah. Sementara itu pada salam, pemerintah dapat memperoleh dana dari penjualan seluruh (sebagian) output (hasil produksi) perusahaan *pemerintah kepada pihak swasta (investor) namun penyerahan hasil produksi tersebut dilakukan di masa datang.

Istisna pada dasarnya sama dengan salam, namun bedanya barang yang diperjualbelikan dapat berupa kontrak, pekerjaan manufaktur, proyek perumahan termasuk tenaga kerja yang terlibat di dalamnya. Contohnya pemerintah menjual proyek pembangunan rumah kepada investor untuk memperoleh dana dimuka namun perumahan akan selesai dalam waktu tertentu di masa depan. Sementara itu, obligasi ijarah merupakan komitmen pemerintah untuk memberikan jasa di masa datang kepada pemegang obligasi ijarah dari dana yang diperolah di muka. Jasa yang diberikan tersebut dapat berupa pendidikan gratis, pembangunan gedung-gedung sekolah, rumah sakit, dll.

Berbagai alternatif di atas, diharapkan tidak hanya akan mengurangi desifit anggaran pemerintah namun juga memberikan manfaat ekonomi dari terlaksananya proyek-proyek pemerintah serta manfaat sosial dari terserapnya tenaga kerja baru dan pengentasan kemiskinan di samping tentunya sesuai dengan syariah Islam.

No comments:

Post a Comment

Alifia Ikutan Nari katanya