Wednesday, October 28, 2009

PENDIDIKAN ISLAM PADA MADRASAH

A. Madrasah sebagai institusi Pendidikan
Pendidikan Islam secara kelembagaan tampak dalam berbagai bentuk yang bervariasi. Disamping lembaga bersifat umum seperti : masjid, terdapat lembaga-lembaga lain yang mencerminkan kehkasan orientasinya. Secara umum, pada abad keempat hijrah dikenal beberapa sistem pendidikan (madaris tarbiyah) Islam. Hasan Abd, Al-Al, menyebutkan lima sistem dengan klasifikasi sebagai berikut : Sistem pendidikan Mu’tazillah, Sistem Pendidikan Ikhwan, Al-Safa, Sistem Pendidikan Bercorak Filsafat, Sistem Pendidikan Bercorak Tasawuf, dan Sistem Pendidikan Bercorak Fiqh. Hasan Muhammad dan Nadiyah Muhammad Jamaluddin juga menyebutkan lima sistem, masing-masing Sistem pendidikan bercorak teologi, sistem pendidikan bercorak syi’ah, sistem pendidikan bercorak filsafat, sistem pendidikan Bercorak tasawuf, sistem pendidikan bercorak Fiqh (Hadits). Pembagian yang terakhir ini memasukkan sistem Ikhwan al-Safa ke dalam corak Filsafat dan memunculkan Syi’ah, yang sebenarnya sedikit atau banyak telah terlihat dalam Ikhwan Al-Safa.

Institusi yang dipakai oleh masing-masing dapat digambarkan sebagai berikut :
1. Failasuf menggunakan : Dar Al-Hikmah, Al-Muntalinah, Warraqi’in.
2. Mutasawuf menggunakan Al-Zawaya, Al-Ribat, AL-Masajid dan Halaqat Al-Dzikir.
3. Syi’iyyin menggunakan Dra Al-Hikmah, Al-Masjid, pertemuan rahasia.
4. Mutakallimin menggunakan Al-Masajid, Al-Maktabat, Hawarit, Al Warraqin dan Al-Muntadiyat.
5. Fuqaba’ dan Ahli Hadits : Al-Katatib, Al-Madaris, Al-Masajid.

Melihat data diatas, jelaslah madrasah merupakan tradisi sistem pendidikan bercorak fiqh.
Masing-masing sistem diatas memiliki institusi yang khusus walaupun umumnya memanfaatkan masjid. Namun, demikian madrasah dapat dianggap sebagai tradisi sistem pendidikan bercorak fiqh dan hadits, setidaknya pada masa Abbasiyah di Baghdad. Dengan kekhasannya itu, pada masa kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad, madrasah merupakan lembaga pendidikan par excelene. Setelah perkembangan masjid dan kuttab, madrasah berkembang sangat pesat. Dalam sejarah Islam dikenal banyak sekali tempat dan pusat pendidikan dengan jenis, tingkatan dan sifatnya yang khas. Dalam buku Al-Tarbiyah Al-Islamiyah, Nuzumuba, Falsafatuba, Tariktuba, Ahmad Syalabi menyebutkan tempat-tempat itu sebagai berikut : Al-Kuttab, Al-Qushur, Hawanit, Al-Waraqiin, Manazil, Al-‘Ulama, Al-Badiyah dan Madrasah. Ia membagi lembaga institusi-institusi pendidikan Islam tersebut menjadi dua kelompok, yaitu kelompok sebelum madrasah, dan sesudah madrasah. Hasan Abd Al-‘Al menyimpulkan bahwa “madrasah adalah institusi yang timbul pada abad keempat hijriyah. Dan menganggap sebagai “Era baru dari tahapan perkembangan institusi pendidikan Islam. Jadi, menurutnya madrasah sudah ada sebelum Masa Nizam Al-Mulk. Hal penting lain, yang perlu dicatat dari gambaran diatas, ialah bahwa institusi pendidikan Islam mengalami perkembangan, sesuatu dengan kebutuhan dan perubahan masyarakat Muslim di kala itu. Perkembangan dan kebutuhan masyarakat ditandai oleh :
1. Perkembangan Ilmu. Kaum Muslimin pada masa awal membutuhkan pemahaman Al-Qur’an sebagai apa adanya, begitu juga membutuhkan keterampilan membaca dan menulis. Ibu Khaldun mencatat bahwa pada awal kedatangan Islam orang-orang Quraisy yang pandai membaca dan menulis hanya berjumlah 17 orang. Semuanya laki-laki, pada masa Urmawi, masyakat Muslim telah banyak memperhatikan Al-‘Ilm Al-Maqliyyah yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Al-Qur’an al-Karim yang meliputi Al-Tafsir, Al-Qiraat, Al-Hadits dan Usul Fiqh, dan Al-Ulum Al-Lisamiyah seperti Ilm Al-Lughah, Ilm Al-Nahw, Ilm Al-Bayan dan Al-Abad. Pada masa Abbasiyah, sangat mungkin masyarakat muslim mulai berhubungan dengan Al-Ulum Al-Aqliyah atau ilmu kealaman, seperti kedokteran, filsafat dan matematika.
2. Perkembangan kebutuhan. Pada masa awal, yang menjadi kebutuhan utama ialah mendakwahkan Islam. Karena itu, sasaranpun pada mulanya ditujukan pada orang-orang dewasa.
Jika diamati lebih lanjut, ternyata tempat-tempat pendidikan diatas, kecuali madrasah, bukan tempat yang disiapkan khusus untuk pendidikan. Masjid bahkan merupakan tempat yang multi guna. Selain fungsi utamanya untuk ibadah, masjid menjadi sentrum kegiatan masyarakat Muslim.
Fungsi masjid sebagai tempat pendidikan dalam perkembangannya dipertimbangkan kembali, sehingga mendorong dibukanya lembaga-lembaga pendidikan baru.
Beberapa alasan yang menjadikan penyelenggaraan pendidikan di masjid dipertimbangkan lagi ialah
1. Kegiatan pendidikan di masjid dianggap telah mengganggu, fungsi utama lembaga itu sebagai tempat ibadah..
2. Berkembangnya kebutuhan ilmiah sebagai akibat dan perkembangan ilmu pengetahuan.
3. Timbulnya orientasi baru dalam penyelenggaraan pendidikan, sebagian guru mulai berfikir untuk mendapatkan rizki melalui kegiatan pendidikan.
Mengapa proses transformasi dari masjid ke madrasah, berkembangan beberapa teori yang scara sepintas berbeda satu sama lain. Di antara teori yang ingin dikemukakan pada bagian ini adalah pendapat George Makdisi. Dalam sejumlah karya kesejarahannya, ia berkesimpulan bahwa perpindahan lembaga pendidikan Islam dari masjid ke madrasah terjadi secara tidak langsung, tetapi melalui tahapan perantara, yaitu masjid-khan. Teori ini agaknya menarik karena mepertimbangkan lembaga mesjid-khan sebelum lembaga-lembaga madrasah berkembang secara luas pada abad pertengahan.
Selain Makdisi, sarjana yang memberikan perhatian terhadap sejarah kelembagaan madrasah adalah Ahmad Syalabi. Menurutnya perkembangan dari masjid ke madrasah terjadi secara langsung, tidak mamaki lembaga perantara. Perkembangan madrasah dapat dikatakan sebagai konsekuensi logis dari semakin ramainya kegiatan pengajian di masjid yang fungsi utamanya dalam beribadah di masjid, maka kegiatan pendidikan dibuatkan tempat khusus yang dikenal dengan madrasah. Jika dilihat dari kelayakan masjid sebagai tempat pendidikan, yang dikaitkan dengan ibadah dan fasilitas pendidikan, seharusnya daur al-katub atau daur al-‘ilim menjadi alternatif. Demikian itu karena dilengkapinya tempat-tempat tersebut dengan asrama, tempat-tempat untuk belajar dan fasilitas-fasilitas lain untuk memungkinkan terjadinya perubahan dan diskusi. Apalagi, madrasah memiliki komponen-komponen bangunan yang hampir serupa dengannya. Yang membedakannya ialah bahwa madrasah mempunyai kelas belajar yang memegang cukup, sedangkan daur al-‘alim atau daur al-kutub memiliki perpustakaan yang lebih lengkap. Karena itu, dapat dimengerti apabila J. Pederson dan Youssef Eche berteori bahwa madrasah merupakan duplikasi dari lembaga pendidikan. Dar Al-Ilm yang sudah lebih dahulu berkembang di wilayah kekuasaan Dinasti Fatimiyyah. Jika Dar Al-Ilm dijadikan sebagai media pendidikan dan propaganda Syi’ah, maka madrasah merupakan lembaga-lembaga pendidikan dan sekaligus propaganda Sunni. Makdisi menolak teori ini. Menurutnya “Madrasah adalah lembaga pendidikan khas Islam (Sunni).


B. Asal-Usul dan Motivasi Pendirian Madrasah
Al-Maqrizi tampaknya mengira bahwa madrasah merupakan prestasi abad kelima Hijriyah. Dalam karyanya Itti’adz, Al-Hunafa bi Akhbar Al-Aimmah Al-Fatimiyyah Al-Khulafa ia mengatakan bahwa “Madrasah-madrasah yang timbul dalam Islam, tidak dikenal pada masa-masa sahabat dan tabi’in, melainkan sesuatu yang baru setelah 400 tahun sesudah hijriyah. Madrasah pertama yang didirikan pada abad kelima Hijriyah (ke-11 Masehi) itu ialah Madrasah Nizamiyah yang didirikan pada tahun 457 H. oleh Nizam Al-Mulk.
Namun demikian, tidak dapat disangkal bahwa pengaruh madrasah Nizamiyah melampai pengaruh madrasah-madrasah yang didirikan sebelumnya. Ahmad Syalabi, misalnya menjadikan pendirian madrasah Nizamiyah sebagai pembatas, untuk membedakannya dengan era pendidikan Islam sebelumnya. Era baru itu ialah pada adanya katentuan-ketentuan yang lebih jelas berkaitan dengan komponen-komponen pendidikan dan pada keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan madrasah. Madrasah Nizamiyah merupakan lembaga pendidikan resmi dan pemerintah terlibat dalam menetapkan tujuan-tujuannya. Menggariskan kurikulum, memilih guru, dan memberikan dana yang teratur kepada madrasah.
Makdisi mempunyai pendapat yang lain, sekalipun menyetujui adanya peraturan-peraturan sebagai kelebihan madrasah, ia menganggap madrasah-madrasah Nizamiyah sebagai madrasah perseorangan. Dalam kaitan ini Nizam Al-Mulk adalah seorang pribadi yang mengelola madrasah untuk tujuan-tujuan sendiri. Jadi tidak ada keterlibatan perintah secara formal.
Dari kajian tentang pertumbuhan madrasah Nizamiyah dan mengikuti sejarah perkembangannya, kami dapat menentukan tiga tujuan utamanya. Pertama, menyebarkan pemikiran Sunni untuk menghadapi tantangan pemikiran Syi’ah. Kedua, menyediakan guru-guru Sunni yang cakap untuk mengajarkan madzhab Sunni dan menyebarkannya ke tempat-tempat lain, membentuk kelompok pekerja Sunni untuk berpartisipasi dalam menjalankan pemerintahan, memimpin kantornya, khususnya di bidang peradilan dan manajemen.

C. Teori Keilmuan Madrasah
Tercatat dalam sejarah, bahwa segera setelah wafatnya Rasulullah, persoalan yang pertama timbul dalam Islam adalah persoalan politik. Dari persoalan politik itu kemudian berkembang menjadi persoalan politik timbul mendahului perkembangan pemikiran, atau dengan kata lain menjadi pendorong perkembangan pemikiran dalam Islam adalah masalah politik. Latar belakang sejarah yang demikian itu, ternyata sangat mempengaruhi perkembangan pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam Islam pada masa-masa selanjutnya. Dalam hal ini, dominasi kepentingan politik telah menentukan bentuk pendidikan dan corak ilmu pengetahuan yang dikembangkan dan diajarkan di dalamnya.
Pendidikan Islam dalam pelajarannya, sangat dipengaruhi oleh dua arus pergumulan. Bidang politik dan pemikiran, yang saling berkaitan. Terutama sejak awal abad ke 3 Hijriah terdapat pertentangan antar pemikiran dalam Islam semakin tajam. Salah satu bentuk pengaruh dari adanya pergumulan bidang politik dan pemikiran itu ialah dijumpainya tempat-tempat pendidikan yang khusus dan sekaligus merupakan ciri aliran pemikiran tertentu. Sebagai misal, Dar Al-Hikmah, lebih menunjuk kepada pola pendidikan pengikut Syi’ah, Al-Zawaya dan Al-Ribat adalah khas sufi, sedangkan madrasah, pada awalnya merupakan lembaga pendidikan yang mendukung ulama fiqh dan hadits. Melalui kajian lebih dalam, tradisi keilmuan di madrasah ini dapat dilihat dari tiga hal yaitu transformasinya, aliran dan kecendrungan politik pemerintahnya. Dalam hal transformasi akan dapat dilihat sejauh mana madrasah mempertahankan elemen pendidikan masjid di satu pihak dan menambahkan elemen-elemen baru di pihak lain.
1. Aspek Transformasi Madrasah
Seperti telah diungkapkan sebelumnya madrasah merupakan transformasi dari masjid, bukan dari Duar Al-Ilm, madrasah tetap menampakkan elemen masjid meskipun menunjukkan perubahan dari segi kekhususan dalam penyelenggaraan pendidikan sampai tingkat lanjutan.
Secara fisik madrasah pada abad pertengahan Islam pada dasarnya adalah bangunan masjid yang ditambah dengan lokal-lokal khusus untuk pendidikan (‘iwan) dan penginapan (pemondokan). Di samping itu madrasah mencerminkan transformasi dalam bidang administrasi dan managemen. Berbeda dengan masjid, madrasah telah mengarah pada sistem pengelolaan pendidikan yang lebih professional.
Jika dilihat dari kesamaan fungsi dan tujuannya, terdapat indikasi, bahwa transformasi struktur itu tidak diikuti oleh tranformasi substansi keilmuan yang berarti. Dari sisi keilmuan, ilmu-ilmu yang diajarkan di madrasah masih merupakan kelanjutan dari yang diselenggarakan di masjid.
Di masjid, pada awalnya diajarkan hal-hal yang berhubungan dengan masalah agama. Kemudian mencakup juga “al-‘ulum al-ajmabiyyah” sebagai hasil dari pertemuan dengan budaya asing. Tetapi masih bersifat minor. Ilmu bumi, matematika, mantiq, falsafat dan “tib” memang diajarkan di beberapa masjid, tetapi dalam jumlah masjid yang sangat terbatas.
2. Aspek Aliran Keagamaan
Pada akhir abad ke 4 atau awal abad ke 5 Hijriyah, pada waktu timbulnya madrasah, perkembangan keilmuan masyarakat Muslim dapat dikatakan telah mencapai tahap sempurna. Tidak sampai 50 tahun dari akhir dinasti Usmawi hingga awal dinasti Abbasiyah, hampir seluruh ilmu telah berhasil disusun, baik itu menyangkut al-’ulum al-naqliyah yang mencakup ilmu-ilmu Al-Qur’an, Hadits, Fiqh, Ilmu bahasa dan Ilmu Sastra dengan berbagai ancamannya, maupun al-‘ulum al-‘aqliyah seperti Matematik, Mantiq, Falsafat dan Kalam.

3. Aspek Politik Pemerintah
Madrasah merupakan babak baru dalam pendidikan Islam karena pemerintah telah iktu terlibat didalamnya. Keterlibatan tersebut sangat erat kaitannya dengan tujuan pemerintah, sehingga pendidikan merupakan bagian dari institusi pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuannya.
Dari sudut keilmuan, keterlibatan pemerintah dalam Madrasah Nizamiyah telah mengarahkan madrasah hanya kepada ilmu yang mendukung satu mazhab dari empat madzhab ini dengan mengadaikan bahwa orientasi Sunni secara umum memang merupakan kecendrungan rakyat atau kehendak sejarah.
Yang lebih penting lagi, karena pemilihan materi pelajaran memiliki kaitan dengan tujuan-tujuan politis, atau tujuan-tujuan sektarian, maka teknik penyampaiannya pun cenderung tertutup dan bersifat indoktrinasi. Ideologisasi dari materi-materi pelajaran tidak memberikan kesempatan untuk mengembangkan cara berfikir yang bebas, sejalan dengan itu, banyak diantara peserta didik di madrasah terpaksa beralih madzhab agar memperoleh keuntungan dari pendidikan madrasah yang bersifat demikian.
Dilihat dari segi ini, pendidikan di madrasah merupakan satu kemunduruan dibanding di masjid. Di masjid seseorang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan memilih halaqah sesuai dengan minatnya, tanpa terkena sangsi.

D. Pengaruh Madrasah
Sebagai suatu ide, madrasah mempunyai pengaruh yang luas dan monumental. Dengan mengutip pernyataan al-Dailami, Abd Ghaini Abud mengatakan “pendirian universitas-universitas di Barat adalah sebagai hasil inspirasi dan pengaruh madrasah (Nizamiyah), George Makdisi dalam beberapa tulisannya membuktikan bahwa tradisi akademik Barat secara historis mengambil banyak keuntungan dan tradisi madrasah.
Di dunia Islam, besarnya pengaruh madrasah merupakan fenomena umum. Beberapa pejabat pemerintah yang sering disebut memiliki kaitan dengan ide dan penyebaran madrasah ialah : Nizam al-Mulk.
Dengan adanya perhatian, atau campur tangan pemerintah, madrasah segera tersebar dengan luas. Banyaknya saudagar, ulama ataupun yang lainnya juga mendirikan madrasah dengan model dan standard yang relatif sama. Al-Azzawi mencatat bahwa pada masa Saljuk terdapat lebih dari tiga puluh madrasah yang didirikan oleh mereka yang tidak memiliki kaitan dengan penguasa. Ahmad Syalabi mencatat enam belas madrasah pada masa Dinasti Ayyubiyun yang didirikan oleh perorangan. Namun kelihatan, tiga diantaranya ada hubungannya dengan penguasa atau kekuasaan.
Dengan itu, madrasah bukan hanya tersebar pada daerah amat luas di Timur, melainkan juga idenya telah terawatkan sehingga madrasah tetap eksis pada era modern. Selain faktor diatas, madrasah dapat diterima luas karena tujuan dan kurikulumnya yang sesuai dengan kecendrungan masyarakat ketika itu. Madrasah dianggap mewakili masyarakatnya. Hal itu dapat ditinjau dari sudut pandang sosial keagamaan maupun ekonomi.

Saturday, October 24, 2009

TIGA CIRI ORANG IKHLAS

Jika ada kader dakwah merasakan kekeringan ruhiyah, kegersangan ukhuwah, kekerasan hati, hasad, perselisihan, friksi, dan perbedaan pendapat yang mengarah ke permusuhan, berarti ada masalah besar dalam tubuh mereka. Dan itu tidak boleh dibiarkan. Butuh solusi tepat dan segera.
Jika merujuk kepada Al-Qur’an dan Sunnah, kita akan menemukan pangkal masalahnya, yaitu hati yang rusak karena kecenderungan pada syahwat. “Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (Al-Hajj: 46). Rasulullah saw. bersabda, “Ingatlah bahwa dalam tubuh ada segumpal daging, jika baik maka seluruh tubuhnya baik; dan jika buruk maka seluruhnya buruk. Ingatlah bahwa segumpul daging itu adalah hati.” (Muttafaqun ‘alaihi). Imam Al-Ghazali pernah ditanya, “Apa mungkin para ulama (para dai) saling berselisih?” Ia menjawab,” Mereka akan berselisih jika masuk pada kepentingan dunia.”
Karena itu, pengobatan hati harus lebih diprioritaskan dari pengobatan fisik. Hati adalah pangkal segala kebaikan dan keburukan. Dan obat hati yang paling mujarab hanya ada dalam satu kata ini: ikhlas.

Kedudukan Ikhlas
Ikhlas adalah buah dan intisari dari iman. Seorang tidak dianggap beragama dengan benar jika tidak ikhlas. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (Al-An’am: 162). Surat Al-Bayyinah ayat 5 menyatakan, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” Rasulullah saw. bersabda, “Ikhlaslah dalam beragama; cukup bagimu amal yang sedikit.”
Tatkala Jibril bertanya tentang ihsan, Rasul saw. berkata, “Engkau beribadah kepada Allah seolah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah melihatmu.” Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mengharap ridha-Nya.”
Fudhail bin Iyadh memahami kata ihsan dalam firman Allah surat Al-Mulk ayat 2 yang berbunyi, “Liyabluwakum ayyukum ahsanu ‘amala, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” dengan makna akhlasahu (yang paling ikhlas) dan ashwabahu (yang paling benar). Katanya, “Sesungguhnya jika amal dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima. Dan jika amal itu benar tetapi tidak ikhlas, juga tidak diterima. Sehingga, amal itu harus ikhlas dan benar. Ikhlas jika dilakukan karena Allah Azza wa Jalla dan benar jika dilakukan sesuai sunnah.” Pendapat Fudhail ini disandarkan pada firman Allah swt. di surat Al-Kahfi ayat 110.
Imam Syafi’i pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, “Wahai Abu Musa, jika engkau berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka), maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah Azza wa Jalla.”
Karena itu tak heran jika Ibnul Qoyyim memberi perumpamaan seperti ini, “Amal tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir. Memberatkannya tapi tidak bermanfaat.” Dalam kesempatan lain beliau berkata, “Jika ilmu bermanfaat tanpa amal, maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik.”
Makna Ikhlas
Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.
Sedangkan secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.
Seseorang yang ikhlas ibarat orang yang sedang membersihkan beras (nampi beras) dari kerikil-kerikil dan batu-batu kecil di sekitar beras. Maka, beras yang dimasak menjadi nikmat dimakan. Tetapi jika beras itu masih kotor, ketika nasi dikunyah akan tergigit kerikil dan batu kecil. Demikianlah keikhlasan, menyebabkan beramal menjadi nikmat, tidak membuat lelah, dan segala pengorbanan tidak terasa berat. Sebaliknya, amal yang dilakukan dengan riya akan menyebabkan amal tidak nikmat. Pelakunya akan mudah menyerah dan selalu kecewa.
Karena itu, bagi seorang dai makna ikhlas adalah ketika ia mengarahkan seluruh perkataan, perbuatan, dan jihadnya hanya untuk Allah, mengharap ridha-Nya, dan kebaikan pahala-Nya tanpa melihat pada kekayaan dunia, tampilan, kedudukan, sebutan, kemajuan atau kemunduran. Dengan demikian si dai menjadi tentara fikrah dan akidah, bukan tentara dunia dan kepentingan. Katakanlah: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku.” Dai yang berkarakter seperti itulah yang punya semboyan ‘Allahu Ghayaatunaa‘, Allah tujuan kami, dalam segala aktivitas mengisi hidupnya.
Buruknya Riya
Makna riya adalah seorang muslim memperlihatkan amalnya pada manusia dengan harapan mendapat posisi, kedudukan, pujian, dan segala bentuk keduniaan lainnya. Riya merupakan sifat atau ciri khas orang-orang munafik. Disebutkan dalam surat An-Nisaa ayat 142, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat itu) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.”
Riya juga merupakan salah satu cabang dari kemusyrikan. Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kalian adalah syirik kecil.” Sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Riya. Allah berkata di hari kiamat ketika membalas amal-amal hamba-Nya, ‘Pergilah pada yang kamu berbuat riya di dunia dan perhatikanlah, apakah kamu mendapatkan balasannya?’” (HR Ahmad).
Dan orang yang berbuat riya pasti mendapat hukuman dari Allah swt. Orang-orang yang telah melakukan amal-amal terbaik, apakah itu mujahid, ustadz, dan orang yang senantiasa berinfak, semuanya diseret ke neraka karena amal mereka tidak ikhlas kepada Allah. Kata Rasulullah saw., “Siapa yang menuntut ilmu, dan tidak menuntutnya kecuali untuk mendapatkan perhiasan dunia, maka ia tidak akan mendapatkan wangi-wangi surga di hari akhir.” (HR Abu Dawud)
Ciri Orang Yang Ikhlas
Orang-orang yang ikhlas memiliki ciri yang bisa dilihat, diantaranya:
1. Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Ali bin Abi Thalib r.a. berkata, “Orang yang riya memiliki beberapa ciri; malas jika sendirian dan rajin jika di hadapan banyak orang. Semakin bergairah dalam beramal jika dipuji dan semakin berkurang jika dicela.”
Perjalanan waktulah yang akan menentukan seorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal. Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah, dan berjihad.
Al-Qur’an telah menjelaskan sifat orang-orang beriman yang ikhlas dan sifat orang-orang munafik, membuka kedok dan kebusukan orang-orang munafik dengan berbagai macam cirinya. Di antaranya disebutkan dalam surat At-Taubah ayat 44-45, “Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.”
2. Terjaga dari segala yang diharamkan Allah, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari mereka. Disebutkan dalam hadits, “Aku beritahukan bahwa ada suatu kaum dari umatku datang di hari kiamat dengan kebaikan seperti Gunung Tihamah yang putih, tetapi Allah menjadikannya seperti debu-debu yang beterbangan. Mereka adalah saudara-saudara kamu, dan kulitnya sama dengan kamu, melakukan ibadah malam seperti kamu. Tetapi mereka adalah kaum yang jika sendiri melanggar yang diharamkan Allah.” (HR Ibnu Majah)
Tujuan yang hendak dicapai orang yang ikhlas adalah ridha Allah, bukan ridha manusia. Sehingga, mereka senantiasa memperbaiki diri dan terus beramal, baik dalam kondisi sendiri atau ramai, dilihat orang atau tidak, mendapat pujian atau celaan. Karena mereka yakin Allah Maha melihat setiap amal baik dan buruk sekecil apapun.
3. Dalam dakwah, akan terlihat bahwa seorang dai yang ikhlas akan merasa senang jika kebaikan terealisasi di tangan saudaranya sesama dai, sebagaimana dia juga merasa senang jika terlaksana oleh tangannya.
Para dai yang ikhlas akan menyadari kelemahan dan kekurangannya. Oleh karena itu mereka senantiasa membangun amal jama’i dalam dakwahnya. Senantiasa menghidupkan syuro dan mengokohkan perangkat dan sistem dakwah. Berdakwah untuk kemuliaan Islam dan umat Islam, bukan untuk meraih popularitas dan membesarkan diri atau lembaganya semata.

BERJUANG DENGAN IKHLAS

Rasulullah saw. bersabda, “Allah telah menjamin bagi orang yang berjihad di jalan Allah, tidak ada yang mendorongnya keluar dari rumah selain jihad di jalan-Nya dan membenarkan kalimat-kalimat-Nya untuk memasukkannya ke surga atau mengembalikannya ke tempat tinggal semula dengan membawa pahala atau ghanimah.” (Diriwayarkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

Banyak orang yang berjuang. Tapi tidak sebanyak itu yang berjuang dengan ikhlas. Melalui interaksi dengan Kitabullah dan Nabi Muhammad saw., para sahabat memahami betul bahwa memurnikan (mengikhlaskan) orientasi dan amal hanya untuk Allah adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat ditawa-tawar lagi. Mereka meyakini sepenuhnya bahwa hal itu merupakan kunci untuk memperoleh pertolongan dan dukungan Allah dalam setiap pertempuran yang mereka terjuni, menghadapi musuh-musuh mereka, baik musuh dari dalam diri maupun dari luar mereka. Mereka mendengar firman Allah swt.:
“Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Badwi yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan, dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal shalih. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik.” [At-Taubah (9):120]
Para sahabat memahami hal itu dan mengaplikasikannya dalam diri mereka. Maka dampaknya pun terlihat dalam perilaku mereka. Syadad bin Al-Hadi mengatakan, seorang Arab gunung datang kepada Rasulullah saw. lalu beriman dan mengikutinya. Orang itu mengatakan, “Aku akan berhijrah bersamamu.” Maka Rasulullah saw. menitipkan orang itu kepada para sahabatnya. Saat terjadi Perang Khaibar, Rasulullah saw. memperoleh ghanimah (rampasan perang). Lalu beliau membagi-bagikannya dan menyisihkan bagian untuk orang itu seraya menyerahkannya kepada para sahabat. Orang itu biasa menggembalakan binatang ternak mereka. Ketika ia datang, para sahabat menyerahkan jatahnya itu. Orang itu mengatakan, “Apa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah bagianmu yang dijatahkan oleh Rasulullah saw.” Orang itu mengatakan lagi, “Aku mengikutimu bukan karena ingin mendapatkan bagian seperti ini. Aku mengikutimu semata-mata karena aku ingin tertusuk dengan anak panah di sini (sambil menunjuk tenggorokannya), lalu aku mati lalu masuk surga.” Rasulullah saw. mengatakan, “Jika kamu jujur kepada Allah, maka Dia akan meluluskan keinginanmu.” Lalu mereka berangkat untuk memerangi musuh. Para sahabat datang dengan membopong orang itu dalam keadaan tertusuk panah di bagian tubuh yang ditunjuknya. Rasulullah saw. mengatakan, “Inikah orang itu?” Mereka menjawab, “Ya.” Rasulullah saw. berujar, “Ia telah jujur kepada Allah, maka Allah meluluskan keinginannya.” Lalu Rasulullah saw. mengafaninya dengan jubah beliau kemudian menshalatinya. Dan di antara doa yang terdengar dalam shalatnya itu adalah: “Allaahumma haadza ‘abduka kharaja muhaajiran fii sabiilika faqutila syahiidan wa ana syahidun ‘alaihi” (Ya Allah, ini adalah hamba-Mu. Dia keluar dalam rangka berhijrah di jalan-Mu, lalu ia terbunuh sebagai syahid dan aku menjadi saksi atasnya).” (Diriwayatkan oleh An-Nasai)
Anas Bin Malik –-semoga Allah meridhainya– menceritakan bahwa seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. seraya mengatakan, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku orang hitam, buruk rupa, dan tidak punya harta. Jika aku memerangi mereka (orang-orang kafir) hingga terbunuh, apakah aku masuk surga?” Rasulullah saw. menjawab, “Ya.” Lalu ia maju dan bertempur hingga terbunuh. Ia lalu dibawa kepada Rasulullah saw. dalam keadaan sudah meninggal. Rasulullah saw. mengatakan, “Sungguh Allah telah membuat indah wajahmu, membuat harum baumu, dan membuat banyak hartamu.” Beliau kemudian melanjutkan, “Aku telah melihat kedua isterinya dari kalangan bidadari mereka berebut jubah yang dikenakannya. Mereka masuk antara kulit dan jubahnya.” (Diriwayatkan oleh Al-Hakim)
Begitulah para sahabat mempraktikkan ikhlas dalam perjuangan. Dan begitu pulalah seharusnya kita mempraktikkannya. Dan jika ada bersitan dalam jiwa selain keikhlasan, maka hendaknya kita ingat hal-hal berikut ini:
Pertama, bahwa Allah mengawasi, mengetahui, mendengar, melihat kita. Firman-Nya: “Dan Dialah Allah (Yang Disembah), baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kamu rahasiakan dan apa yang kamu lahirkan; dan mengetahui (pula) apa yang kamu usahakan.” [Al-An'am (6): 3]
, bahwa Allah mengawasi, mengetahui, mendengar, melihat kita. Firman-Nya: [Al-An'am (6): 3]
Katakanlah: “Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah mengetahui.” Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. [Ali Imran (3): 29]
[Ali Imran (3): 29]
Kedua, bahwa orang yang riya (ingin dilihat orang) atau sum’ah (ingin didengar orang) dalam beramal akan dibongkar oleh Allah semenjak di dunia sebelum di akhirat. Dan mereka tidak mendapatkan bagian dari amal mereka selain dari apa yang dinginkannya. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang ingin (amalnya) didengar orang, maka Allah akan membuatnya didengar; dan siapa yang ingin (amalnya) dilihat orang, maka Allah akan membuatnya dilihat orang.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
, bahwa orang yang (ingin dilihat orang) atau (ingin didengar orang) dalam beramal akan dibongkar oleh Allah semenjak di dunia sebelum di akhirat. Dan mereka tidak mendapatkan bagian dari amal mereka selain dari apa yang dinginkannya. Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang ingin (amalnya) didengar orang, maka Allah akan membuatnya didengar; dan siapa yang ingin (amalnya) dilihat orang, maka Allah akan membuatnya dilihat orang.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Ketiga, bahwa kekalahan yang diderita kaum Muslimin dewasa ini adalah akibat ulah kita sendiri. Firman-Nya: “Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.” [Yunus (10): 44]
, bahwa kekalahan yang diderita kaum Muslimin dewasa ini adalah akibat ulah kita sendiri. Firman-Nya: [Yunus (10): 44]
Keempat, bahwa ketidak-ikhlasan menghancurkan amal, besar maupun kecil. Dan dengan demikian berarti kita telah membuat perjuangan kita bertahun-tahun sia-sia belaka. Allah swt. berfirman: “Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang telah melakukan kezaliman.” [Thaha (20): 111]. “Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan.” [Al-Furqan (25): 23]
, bahwa ketidak-ikhlasan menghancurkan amal, besar maupun kecil. Dan dengan demikian berarti kita telah membuat perjuangan kita bertahun-tahun sia-sia belaka. Allah swt. berfirman: [Thaha (20): 111]. [Al-Furqan (25): 23]
Dan Rasulullah saw. bersabda, “Aku benar-benar mengetahui orang-orang dari umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa kebaikan-kebaikan seperti gunung Tihamah. Lalu Allah menjadikannya bagaikan debu yang tertiup angin.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, terangkanlah sifat mereka kepada kami agar kami tidak seperti mereka, karena kami tidak mengetahui mereka.” Rasulullah saw. menjelaskan, “Mereka adalah termasuk saudara-saudara kamu dan seperti kulitmu. Mereka menggunakan waktu malam seperti yang kamu lakukan, akan tetapi mereka adalah orang-orang yang jika berhadapan dengan larangan-larangan Allah mereka melanggarnya.” (Riwayat Ibnu Majah)
Kelima, orang-orang yang beramal bukan karena Allah adalah orang yang pertama dibakar untuk menyalakan neraka. Dalam hadits panjangnya, Rasulullah saw. menjelaskan nasib tiga kelompok manusia yang celaka di hari akhirat karena beramal dengan riya.
, orang-orang yang beramal bukan karena Allah adalah orang yang pertama dibakar untuk menyalakan neraka. Dalam hadits panjangnya, Rasulullah saw. menjelaskan nasib tiga kelompok manusia yang celaka di hari akhirat karena beramal dengan riya.
Keenam, orang-orang yang riya akan menjadi teman setan pada hari kiamat di dalam neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah bagi kita kisah Quzman, seperti yang diterangkan oleh Qatadah –semoga Allah meridhainya. Beliau menjelaskan, “Di antara kami ada orang asing dan diketahui siapa dia. Ia dipanggil Quzman. Adalah Rasulullah saw. setiap disebut namanya selalu mengatakan bahwa dia termasuk penghuni neraka. Saat terjadi Perang Uhud, Quzman terlibat dalam pertempuran sengit sampai berhasil membunuh delapan atau tujuh orang musyrik. Memang dia orang kuat. Lalu ia terluka lalu dibopong ke rumah Bani Zhufr. Beberapa lelaki dari kaum Muslimin mengatakan kepadanya, ‘Demi Allah, engkau telah diuji hari ini, hai Quzman, maka berbahagialah.’ Quzman menjawab, ‘Dengan apa aku bergembira. Demi Allah sesungguhnya aku berperang tidak lain karena membela nama kaumku. Jika bukan karena hal itu aku tidak akan turut berperang. Ketika merasakan lukanya semakin parah, ia mencabut panah dari tempatnya lalu bunuh diri.” (Al-Bidayah Wan-Nihayah, Ibnu Katsir)
, orang-orang yang riya akan menjadi teman setan pada hari kiamat di dalam neraka jahanam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah bagi kita kisah Quzman, seperti yang diterangkan oleh Qatadah –semoga Allah meridhainya. Beliau menjelaskan, “Di antara kami ada orang asing dan diketahui siapa dia. Ia dipanggil Quzman. Adalah Rasulullah saw. setiap disebut namanya selalu mengatakan bahwa dia termasuk penghuni neraka. Saat terjadi Perang Uhud, Quzman terlibat dalam pertempuran sengit sampai berhasil membunuh delapan atau tujuh orang musyrik. Memang dia orang kuat. Lalu ia terluka lalu dibopong ke rumah Bani Zhufr. Beberapa lelaki dari kaum Muslimin mengatakan kepadanya, ‘Demi Allah, engkau telah diuji hari ini, hai Quzman, maka berbahagialah.’ Quzman menjawab, ‘Dengan apa aku bergembira. Demi Allah sesungguhnya aku berperang tidak lain karena membela nama kaumku. Jika bukan karena hal itu aku tidak akan turut berperang. Ketika merasakan lukanya semakin parah, ia mencabut panah dari tempatnya lalu bunuh diri.” (, Ibnu Katsir)
Kita ingatkan jiwa kita dengan peringatan-peringatan tersebut agar dalam bergerak, berjuang, dan berkorban (tadhhiyah) senantiasa ikhlas karena Allah.

10 Karakter atau Ciri Khas Pribadi Muslim

Al-Qur'an dan hadits adalah dua pusaka Rasulullah SAW yang harus selalu dirujuk setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang sangat penting adalah pembentukan dan pengembangan pribadi muslim. Pribadi muslim yang dikehendaki Al-Qur'an dan sunnah adalah pribadi yang saleh. Pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah SWT. Persepsi atau gambaran masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda. Bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyahnya saja. Padahal, itu hanyalah salah satu aspek saja dan masih banyak aspek lain yang harus melekat pada pribadi seorang muslim. Bila disederhanakan, setidaknya ada sepuluh karakter atau ciri khas yang mesti melekat pada pribadi muslim.

. Salimul Aqidah (Aqidah yang bersih). Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada Allah SWT. Dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuanNya.
Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah. "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam" (QS. 6:162). Karena aqidah yang bersih merupakan sesuatu yang amat penting, maka pada masa awal da'wahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman dan tauhid.

2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar). Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: "Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat". Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul SAW yang berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.

3. Matinul Khuluq (akhlak yang kokoh). Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah SWT maupun dengan makhluk-makhlukNya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.
Rasulullah SAW diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah SWT di dalam Al Qur'an. Allah berfirman yang artinya: "Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung" (QS. 68:4).

4. Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani). Qowiyyul jismi merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.
Karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Karena kekuatan jasmani juga termasuk hal yang penting, maka Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Mukmin yang kuat lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah. (HR. Muslim)

5. Mutsaqqoful Fikri (intelek dalam berfikir). Mutsaqqoful fikri merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang juga penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas). Al Qur'an juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan". Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir" (QS 2: 219)
Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas.
Allah SWT berfirman yang artinya: Katakanlah: "samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?"', sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran". (QS 39: 9)

6. Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu). Mujahadatul linafsihi merupakan salah satu kepribadian yang harus ada pada diri seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan.
Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam)" (HR. Hakim)

7. Harishun Ala Waqtihi (pandai menjaga waktu). Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur'an dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.
Allah SWT memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama, yakni 24 jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak sedikit manusia yang rugi.
Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk pandai mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.

8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan). Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Qur'an maupun sunnah. Oleh karena itu dalam hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi cinta kepadanya.
Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguh-sungguh, bersemangat, berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.

9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri). Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi.
Karena, pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Qur'an maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.
Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.

10. Nafi'un Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain). Nafi'un lighoirihi merupakan sebuah tuntutan kepada setiap muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.
Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berfikir, mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dan mengambil peran yang baik dalam masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Rasulullah SAW bersabda yang artinya: "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain" (HR. Qudhy dari Jabir).

HIKMAH DAN HUKUM NIKAH

Hikmah Syariat Nikah
1. Nikah adalah salah satu sunnah (ajaran) yang sangat dianjurkan oleh Rasul Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dalam sabdanya:

“Wahai para pemuda, siapa di antara kalian yang mampu menikah (jima’ dan biayanya) maka nikahlah, karena ia lebih dapat membuatmu menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa tidak mampu menikah maka berpuasalah, karena hal itu baginya adalah pelemah syahwat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Nikah adalah satu upaya untuk menyempurnakan iman. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Barangsiapa memberi karena Allah, menahan kerena Allah, mencintai karena Allah, membenci karena Allah, dan menikahkan karena Allah maka ia telah menyempurnakan iman.” (HR. Hakim,dia berkata: Shahih sesuai dg syarat Bukhari Muslim. Disepakati oleh adz Dzahabi)

“Barangsiapa menikah maka ia telah menyempurnakan separuh iman, hendaklah ia menyempurnakan sisanya.” (HR. ath Thabrani, dihasankan oleh Al Albani)
Kisah:
Al Ghazali bercerita tentang sebagian ulama, katanya:”Di awal keinginan saya (meniti jalan akhirat), saya dikalahkan oleh syahwat yang amat berat, maka saya banyak menjerit kepada Allah. Sayapun bermimpi dilihat oleh seseorang, dia berkata kepada saya:”Kamu ingin agar syahwat yang kamu rasakan itu hilang dan (boleh) aku menebas lehermu? Saya jawab:”Ya”. Maka dia berkata:”Panjangkan (julurkan) lehermu.” Sayapun memanjangkannya. Kemudian ia menghunus pedang dari cahaya lalu memukulkan ke leherku. Di pagi hari aku sudah tidak merasakan adanya syahwat, maka aku tinggal selama satu tahun terbebas dari penyakit syahwat. Kemduian hal itu datang lagi dan sangat hebat, maka saya melihat seseorang berbicara pasa saya antara dada saya dan samping saya, dia berkata:”Celaka kamu! Berapa banyak kamu meminta kepada Allah untuk menghilangkan darimu sesuatu yang Allah tidak suka menghilangkannya! Nikahlah!” Maka sayapun menikah dan hilanglah godaan itu dariku. Akhirnya saya mendapatkan keturunan.” (Faidhul Qadir VI/103 no.8591)
3. Nikah adalah satu benteng untuk menjaga masyarakat dari kerusakan, dekadensi moral dan asusila. Maka mempermudah pernikahan syar’i adalah solusi dari semu itu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Jika datang kepadamu orang yang kamu relakan akhlak dan agamanya maka nikahkanlah, jika tidak kamu lakukan maka pasti ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Hakim, hadits shahih)
4. Pernikahan adalah lingkungan baik yang mengantarkan kepada eratnya hubungan keluarga, dan saling menukar kasih sayang di tengah masyarakat. Menikah dalam Islam bukan hanya menikahnya dua insan, melainkan dua keluarga besar.
5. Pernikahan adalah sebaik-baik cara untuk mendapatkan anak, memperbanyak keturunan dengan nasab yang terjaga, sebagaimana yang Allah pilihkan untuk para kekasih-Nya:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.” (QS. ar Ra’d:38
6. Pernikahan adalah cara terbaik untuk melampiaskan naluri seksual dan memuaskan syahwat dengan penuh ketenangan.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Sesungguhnya wanita itu menghadap dalam rupa setan (menggoda) dan membelakangi dalam rupa setan, maka apabila salah seorang kamu melihat seorang wanita yang menakjubkannya hendaklah mendatangi isterinya, sesungguhnya hal itu dapat menghilangkan syahwat yang ada dalam dirinya.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)
7. Pernikahan memenuhi naluri kebapakan dan keibuan, yang akan berkembang dengan adanya anak.
8. Dalam pernikahan ada ketenangan, kedamaian, kebersihan, kesehatan, kesucian dan kebahagiaan, yang diidamkan oleh setiap insan.


Hukum Nikah
Para ulama menyebutkan bahwa nikah diperintahkan karena dapat mewujudkan maslahat; memelihara diri, kehormatan, mendapatkan pahala dan lain-lain. Oleh karena itu, apabila pernikahan justru membawa madharat maka nikahpun dilarang. Dari sini maka hukum nikah dapat dapat dibagi menjadi lima:

1. Disunnahkan bagi orang yang memiliki syahwat (keinginan kepada wanita) tetapi tidak khawatir berzina atau terjatuh dalam hal yang haram jika tidak menikah, sementara dia mampu untuk menikah.
Karena Allah telah memerintahkan dan Rasulpun telah mengajarkannya. Bahkan di dalam nkah itu ada banyak kebaikan, berkah dan manfaat yangb tidak mungkin diperoleh tanpa nikah, sampai Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Dalam kemaluanmu ada sedekah.” Mereka bertanya:”Ya Rasulullah , apakah salah seorang kami melampiaskan syahwatnya lalu di dalamnya ada pahala?” Beliau bersabda:”Bagaimana menurut kalian, jika ia meletakkannya pada yang haram apakah ia menanggung dosa? Begitu pula jika ia meletakkannya pada yang halal maka ia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim, Ibnu Hibban)
Juga sunnah bagi orang yang mampu yang tidak takut zina dan tidak begitu membutuhkan kepada wanita tetapi menginginkan keturunan. Juga sunnah jika niatnya ingin menolong wanita atau ingin beribadah dengan infaqnya.




Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Kamu tidak menafkahkan satu nafkah karena ingin wajah Allah melainkan Allah pasti memberinya pahala, hingga suapan yang kamu letakkan di mulut isterimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Dinar yang kamu nafkahkan di jalan Allah, dinar yang kamu nafkahkan untuk budak, dinar yang kamu sedekahkan pada orang miskin, dinar yang kamu nafkahkan pada isterimu maka yang terbesar pahalanya adalah yang kamu nafkahkan pada isterumu.” (HR. Muslim)

2. Wajib bagi yang mampu nikah dan khawatir zina atau maksiat jika tidak menikah. Sebab menghindari yang haram adalah wajib, jika yang haram tidak dapat dihindari kecuali dengan nikah maka nikah adalah wajib (QS. al Hujurat:6). Ini bagi kaum laki-laki, adapun bagi perempuan maka ia wajib nikah jika tidak dapat membiayai hidupnya (dan anak-anaknya) dan menjadi incaran orang-orang yang rusak, sedangkan kehormatan dan perlindungannya hanya ada pada nikah, maka nikah baginya adalah wajib.

3. Mubah bagi yang mampu dan aman dari fitnah, tetapi tidak membutuhkannya atau tidak memiliki syahwat sama sekali seperti orang yang impotent atau lanjut usia, atau yang tidak mampu menafkahi, sedangkan wanitanya rela dengan syarat wanita tersebut harus rasyidah (berakal).
Juga mubah bagi yang mampu menikah dengan tujuan hanya sekedar untuk memenuhi hajatnya atau bersenang-senang, tanpa ada niat ingin keturunan atau melindungi diri dari yang haram.

4. Haram nikah bagi orang yang tidak mampu menikah (nafkah lahir batin) dan ia tidak takut terjatuh dalam zina atau maksiat lainnya, atau jika yakin bahwa dengan menikah ia akan jatuh dalam hal-hal yang diharamkan. Juga haram nikah di darul harb (wilayah tempur) tanpa adanya faktor darurat, jika ia menjadi tawanan maka tidak diperbolehkan nikah sama sekali.
Haram berpoligami bagi yang menyangka dirinya tidak bisa adil sedangkan isteri pertama telah mencukupinya.

5. Makruh menikah jika tidak mampu karena dapat menzhalimi isteri, atau tidak minat terhadap wanita dan tidak mengharapkan keturunan.. Juga makruh jika nikah dapat menghalangi dari ibadah-ibadah sunnah yang lebih baik. Makruh berpoligami jika dikhawatirkan akan kehilangan maslahat yang lebih besar.

Friday, October 23, 2009

Menjaga Keharmonisan Pernikahan

Harapan dan impian pada setiap pasangan pengantin baru tentunya tidaklah jauh berbeda, bahkan mungkin sama. Keindahan dan kebahagiaan adalah impian setiap pasangan pengantin, bahkan impian dan harapan setiap insan. Sepasang calon pengantin yang akan melangsungkan pernikahan biasanya tak pernah lepas dari membayangkan hal-hal yang indah bersama pasangannya setelah mereka menikah kelak. Hidup bersama dengan kekasih idaman dengan penuh cinta, canda, tawa, pokoknya yang mesra-mesra aja deh! Namun, berapa banyak harapan semacam itu yang akhirnya hanya dapat bertahan sekitar 3 bulan, 6 bulan, atau paling lama 1 tahun setelah pernikahan. Setelah itu, pernikahan tidak lagi diwarnai dengan kehangatan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang semakin luntur. Pernikahan impian pun berubah haluan. Pernikahan yang diharapkan penuh dengan kemesraan akhirnya berubah menjadi neraka, atau minimal menjadi hambar tanpa rasa.

Pasangan pengantin baru, biasanya baru akan merasakan bahwa pernikahan bukanlah sebuah tugas yang mudah setelah melewati masa 3 atau 6 bulan pertama setelah menikah. Mereka sadar bahwa pernikahan yang sakinah tidak bisa didapatkan hanya dengan mengandalkan adanya rasa cinta yang kuat diantara keduanya saja. Juga tidak dapat menyandarkan pernikahan hanya pada nilai ekonomi saja. Banyak hal-hal lain yang memang harus dimiliki dan diperjuangakan keberadaannya di dalam sebuah rumah tangga, sehingga pernikahan akan menghasilkan keluarga yang sakinah, mawaddah, warrohmah. Banyak hal-hal yang harus ditanamkan dalam diri setiap pasangan, sehingga mampu mempertahankan keharmonisan keluarga hingga di usia renta.
Pernikahan yang harmonis atau keluarga yang harmonis adalah impian dan harapan setiap insan. Namun sayang, tidak setiap insan dapat mewujudkannya. Kebanyakan mereka hanya sampai kepada batas memimpikan atau mengharapkan saja. Mereka tidak mengerti bagaimana atau apa saja yang harus mereka lakukan untuk mewujudkan impian indah tersebut. Dan akhirnya, impian indah itupun kandas terlindas waktu dan ego kedua pihak yang semakin hari semakin tampak.
" Karena sesungguhnya di balik kesulitan itu terdapat kemudahan. sesungguhnya di balik kesulitan itu terdapat kemudahan " . ( QS. Alam Nashrah : 5-6 )
Coba kita renungkan sejenak firman Allah swt di atas. Allah swt telah menegaskan bahwa sesungguhnya dibalik setiap kesulitan pastilah terdapat kemudahan. Dibalik setiap permasalahan, pasti terdapat pemecahannya bagi mereka yang beriman dan mau berpikir. Demikian pula dalam sebuah perikahan, begitu banyak permasalahan yang siap menghadang pasangan-pasangan pengantin yang hendak menuju pelabuhan keluarga harmonis. Begitu banyak permasalahn yang akan mengguncang setiap pernikahan, namun jika kita yakin dan mau berpikir maka Insya Allah sebagaimana telah ditegaskan oleh Allah swt melalui firman-Nya di atas, Jalan Keluar itu Pasti Ada! Ya, jalan keluar itu pasti ada, semua itu kembali kepada diri kita (pasangan) masing-masing, yakinkah kita kepada Allah swt dan keberadaan jalan keluar tersebut, serta maukah kita berpikir untuk menemukan jalan keluar tersebut? Berikut ini, adalah sekelumit tips yang Insya Allah dapat membantu kita dalam mempertahankan keharmonisan sebuah pernikahan.
Meng-update terus niat pernikahan
Pernikahan bukanlah sekedar sarana untuk menumpahkan hasrat biologis semata. Pernikahan juga bukanlah sebagai sarana untuk mengikat pasangan saja. Pernikahan adalah salah satu bentuk pelaksanaan perintah Allah swt dan sunnah Rasulullah saw. Untuk itu, ketika kita hendak menikah maka niatkanlah pernikahan tersebut sebagai satu bentuk ibadah kepada Allah swt untuk mendapatkan ridho-Nya. Niatkan pernikahan tersebut dalam rangka melaksanakan perintah Allah swt. Dengan demikian, selama keimanan masih berada di dalam dada, maka insya Allah pernikahan akan senantiasa dipenuhi dengan barokah.
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tandabagi kaum yang berpikir" (Ar-Ruum 21)
"Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin maka Allah swt akan mengkayakan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui." (An Nuur 32)
"Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku" (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
"Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah" (HR. Tirmidzi)
Setelah menguatkan niat menikah hanya karena Allah swt, langkah selanjutnya adalah senantiasa meng-update niat suci tersebut. Yaitu dengan terus mendekatkan diri kepada Allah swt dan meminta dikuatkan ikatan pernikahannya hanya atas ridho-Nya semata.
Menambah ilmu pernikahan
Seorang pemburu akan tersesat di hutan belantara, dan seorang pelaut akan mudah tersesat di lautan luas manakala tidak memiliki panduan dalam perjalanannya. Begitu pula sebuah pernikahan.
Pernikahan ibarat rimba raya yang di dalamnya di penuhi dengan semak belukar, jalan berkelok, binatang buas, dan berbagai macam bahaya yang menghadang. Pernikahan itu penuh dengan ujian yang menghadang siapapun yang berani memasukinya. Untuk itulah sepasang calon pengantin hendaknya senantiasa membekali dirinya dengan ilmu-ilmu pernikahan, khususnya yang bersifat islami sedangkan yang umum hanyalah sebagai tambahan saja, bukan yang utama. Ilmu pernikahan dapat diperoleh melalui berbagai macam cara, misalnya dengan membaca buku-buku pernikahan, dengan menghadiri seminar pernikahan, melalui majelis ta’lim, konsultasi dengan para ulama, atau dapat juga bertanya kepada mereka yang telah lama menikah dan mampu mempertahankan keharmonisan keluarganya.
Semakin banyak ilmu pernikahan yang kita miliki, maka semakin ringan langkah kita untuk menyusuri rimba pernikahan tersebut. Meskipun tidak semua permasalahan pernikahan itu sama pada setiap pasangan, namun setidaknya dapat menjadi acuan bagi kita dan membukakan pikiran kita manakala dipertemukan dengan suatu permasalahan.
Memperbanyak ilmu tentang pernikahan pun seyogyanya terus dilakukan manakala kita sudah menyelam dalam lautan pernikahan tersebut. Hal ini akan membuat kita semakin bijaksana dalam menghadapi setiap permasalahan yang kian beraneka macam. Dengan terus meningkatnya ilmu pernikahan yang kita miliki, kita juga akan semakin bijaksana dalam menetapkan sebuah keputusan bagi keluarga.
Harus ada malu
Banyak sekali orang yang mampu bersikap sangat santun dan ramah kepada orang lain, namun mereka tidak mampu melakukan hal tersebut kepada isteri atau suaminya sendiri. Hal itu karena mereka akan merasa malu kepada orang lain jika tidak bersikap ramah atau santun. Sementara kepada suami atau isteri, mereka tidak memiliki pemikiran seperti ini, “Kenapa harus malu-malu lagi, toh kita sudah sama-sama tau sifat dan karakter amsing-masing!”. Pemikiran tersebut akhirnya menimbulkan sikap semau gue.
Untuk itulah, maka sifat malu ini sebaiknya jangan sampai dibantai habis meskipun kepada suami atau isteri kita sendiri. Keberadaan sifat malu ini sangatlah penting dalam rangka mewujudkan pernikahan yang senantiasa harmonis.
Dia adalah saudara seiman kita
“Isteriku adalah saudaraku di dalam Islam”, “Suamiku adalah saudaraku di dalam Islam”, kalimat inilah yang harus senantiasa kita tanamkan di dalam hati. Karena, fenomena yang terjadi saat ini adalah banyak sekali suami yang menganggap isteri hanya sebagai pekerja sumur, dapur, dan kasur saja. Banyak pula isteri yang menganggap suaminya hanya sebagai pencari nafkah keluarganya saja. Selama kewajiban tersebut dipenuhi, ya sudah. Hal ini menimbulkan efek semakin menurunnya kasih sayang dan rasa saling menghormati diantara keduanya. Tidak ada rasa terimakasih kepada isteri atas sarapan pagi dan pakaian kerja yang halus dan wangi. Tidak ada lagi rasa terimakasih kepada suami atas uang belanja yang merupakan perahan keringat setiap hari, dari pagi hingga sore hari. Tak ada lagi rasa terimakasih, karena mereka menganggap hal tersebut sudah merupakan perkerjaan mereka, jadi…untuk apa lagi berterimakasih?
Marilah mulai detik ini kita sama-sama menghapuskan pikiran semacam itu. Kita hapuskan pikiran bahwa isteri hanyalah sebagai pekerja sumur, kasur, dan dapur. Kita hapuskan pemikiran bahwa suami hanyalah sebagai pencari nafkah keluarga semata.
Marilah kita mulai berpikir dan marilah kita tanamkan dengan kuat sebuah pemikiran bahwa “Suami atau Isteriku adalah saudaraku di dalam Islam”. Maka dengan demikian, insya Allah kasih sayang akan senantiasa menaungi sebuah pernikahan. Ketahuilah, bahwa Islam telah mewajibkan umatnya untuk senantiasa menyayangi saudaranya seperti ia menyayangi dirinya sendiri.
“Tidak akan beriman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana ia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri” (HR.al-Bukhari dan Muslim)
Tidak ada yang sempurna
Tidak seorangpun yang lahir ke dunia ini dengan disertai kesempurnaan, karena hanya Allah swt-lah Yang Maha Sempurna. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Orang yang satu tidak dapat kita samakan begitu saja dengan orang yang lain. Begitu pula dengan pasangan kita.
Janganlah sekali-kali kita berharap bahwa pasangan kita adalah orang yang sempurna, yang akhirnya akan menimbulkan kekecewaan manakala suatu saat tampaklah cacat atau kekurangannya di mata kita.
Ketika kita telah memutuskan untuk menikah, hendaknya kita telah siap untuk menerima kekurangan. Pasangan kita adalah juga seperti kita, sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Justru dengan pernikahan inilah, maka kita akan saling melengkapi dan menutupi kekurangan pasangan kita. Bisa jadi pasangan kita memiliki sesuatu yang tidak kita miliki, begitu juga sebaliknya. Di sinilah akan timbul proses saling melengkapi satu sama lain.
Hentikan menuntut pasangan untuk menjadi seseorang yang sempurna di mata kita, karena pada dasarnya kitapun bukan orang yang sempurna. Saling mengerti, saling menasehati, dan saling memperbaiki diri adalah sikap terbaik dalam menyikapi kekurangan masing-masing pasangan.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al ‘Ashr : 1-3)

Lihatlah sisi positifnya
Sekali lagi bahwa tidak ada manusia yang lahir ke dunia ini dengan penuh kesempurnaan, melainkan membawa kelebihan sekaligus kekurangan. Janganlah kita sampai termasuk dalam kategori orang yang di maksud di dalam peribahasa berikut:
“Semut di seberang lautan tampak jelas, tapi gajah di pelupuk mata tidak kelihatan.”
Jangan sampai kita menjadi seseorang yang hanya selalu memandang kepada kejelekan atau kekurangan pasangan kita saja, sementara kita lupa bahwa dalam diri kita juga banyak keburukan yang tidak kita sadari. Hal ini akan memberikan stempel bertuliskan “selalu buruk” pada pasangan kita di mata kita, yang akhirnya akan menimbulkan hilangnya rasa simpati dan kekaguman kita kepadanya.
Selalu berusahalah untuk mencari dan melihat sisi-sisi positif yang ada pada pasangan kita. Hal ini akan memantapkan kembali rasa simapti dan kekaguman kita kepadanya seperti ketika pertama kali kita merasa jatuh cinta kepadanya.
Aku adalah sahabat terbaikmu
Salah satu tempat yang paling nyaman bagi hampir setiap insan adalah berada di sisi sahabat karibnya. Sebuah tempat dimana kita bisa berbagi segala bentuk permasalahan hingga yang paling pribadi sekalipun. Sebuah tempat yang sangat kita percaya dan mempercayai kita. Sebuah tempat yang akan selalu mendukung, memotivasi, dan memberikan solusi terbaik bagi kita. Sebuah tempat yang selalu dapat menyesuaikan diri dengan rasa yang tengah berkecamuk di dalam hati, baik suka maupun sedih. Sebuah tempat yang tidak pernah meninggalkan kita dalam sebuah keterpurukan. Sebuah tempat yang selalu menyertakan kita dalam cerianya. Itulah kira-kira sekelumit tentang sahabat karib, sahabat sejati.
Dan seperti itulah salah satu sikap yang harusnya mampu kita tanamkan dalam membina sebuah pernikahan yang penuh dengan nuansa keharmonisan. Seorang suami tidak patut bersikap seperti seorang jendral besar yang keras kepala dan otoriter, yang segala kemauan dan keputusannya tidak dapat diganggu gugat lagi. Sebaliknya, isteri juga janganlah selalu bersikap lemah sehingga tidak mampu mendukung perjuangan suami dan selalu berpandangan bahwa suami adalah manusia perkasa yang selalu perkasa, yang tidak dapat terluka, yang tak pantas mengadu atau menangis di pangkuan seorang wanita (isterinya).
Laki-laki dan perempuan itu pada hakikatnya adalah sama-sama manusia biasa yang bisa terluka dan memiliki air mata. Jadi wajar saja manakala seorang lelaki perkasa tiba-tiba juga mengalami terluka, menangis dan membutuhkan tempat untuk bermanja. Dan seorang suami pun hendaknya tidak bersikap otoriter dan selalu mau menang sendiri. Karena pada dasarnya, manusia itu tempatnya adalah salah dan lupa. Adakalanya seorang suami pun melakukan kesalahan, maka sang isterilah yang akan mengingatkan hal tersebut. Maka, seorang suami janganlah mematikan fungsi isteri dalam mengambil suatu keputusan.
Hidupkanlah musyawarah, saling berbagi, atau curhat (mencurahkan isi hati) dalam sebuah pernikahan. Dengan demikian, baik suami maupun isteri akan merasa saling percaya, saling membutuhkan dan saling dibutuhkan. Bersikaplah layaknya seorang sahabat karib bagi pasangan kita yang akan menerima segala bentuk keluh kesah, yang selalu memberikan motivasi, yang selalu dapat dipercaya, yang tidak pernah meninggalkan dikala pasangan kita mengalami keterpurukan, yang selalu mampu menyesuaikan diri dengan keadaan pasangan. Bersikaplah sebagai seorang sahabat yang senantiasa mampu memberikan kenyaman dalam suka maupun duka. Dengan demikian, insya Allah tidak akan ada pihak yang merasa tertekan, terpaksa, dirugikan atau bahkan merasa tidak dibutuhkan sehingga pernikahan pun akan senantiasa dipenuhi kehangatan.
"Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Ar. Ruum (30) : 21).
Menghabiskan waktu bersama
Jangan biarkan pekerjaan atau karir anda menghapus ritual menghabiskan waktu bersama dengan pasangan anda. Dalam hal ini kita harus betul-betul mampu mengatur waktu. Dalam jangka waktu sepekan, menghabiskan waktu dengan pasangan itu harus dilakukan, paling tidak sekali dalam sepekan. Karena kebersamaan akan menimbulkan cinta dan kasih sayang, dan semakin sering kebersamaan yang kita berikan maka rasa cinta dan kasih sayang pun niscaya akan terpupuk semakin subur.
Jangan sampai dalam sebuah keluarga terjadi hal sebagai berikut:
“Pagi tidak sempat sarapan pagi bersama isteri karena sang siteri harus berangkat pagi-pagi, sedangkan sang suami senantiasa bangun agak siang karena lelah setelah aktivitas kantoran. Pulang kerja, sang isteri makan malam duluan karena suaminya senantiasa pulang malam. Akhirnya sang isteri pun ketiduran, ketika sang suami pulang dan kemudian merebah di ranjang. Tidak ada pertemuan di hari libur, karena keduanya sama-sama sibuk dengan aktivitas lembur”
Kalau hal semacam di atas terjadi secara terus menerus, lalu bagaimana mungkin sebuah pernikahan akan dinaungi keharmonisan?
Jangan biarkan cinta dan kasih sayang yang telah tumbuh subur tersebut kelaparan dan kehausan, layu, mengering dan akhirnya mati. Sediakan waktu untuk memupuk dan menyirami rasa itu dengan kebersamaan (rekreasi, melakukan hobi bersama pasangan, sekedar jalan-jalan santai berdua di taman, atau makan malam di tempat romantis yang tidak terlalu mahal, dan sebagainya) .
Ungkapkan perasaanmu
Ungkapan-ungkapan mesra, pujian dan sanjungan penuh cinta adalah salah satu bahasa yang akan mempererat tali cinta. Pujian dan sanjungan ini tentu saja yang tidak mengarah pada pujian yang berlebihan yang dilarang di dalam Islam.
Ungkapkan perasaan kangen kita. Katakan pada isteri kita, “Hari ini mama cantik banget…”, “Eum…teh buatan mama manis seperti senyumnya…”, dan sebagainya. Katakan kepada suami kita, “Ternyata papa keren juga ya kalau dandan rapi…” dan sebagainya.
Ungkapkan bahasa-bahasa yang tidak berlebihan namun dapat menyenangkan hati pasangan kita. Ungkapkan rasa terima kasih kita kepada suami tercinta karena telah memberikan nafkah tanpa mengenal lelah. Ungkapkan rasa terima kasih kita kepada isteri tercinta karena telah tanpa jenuh menyediakan sarapan di pagi buta, mencucikan pakaian, dan menjaga rumah tanga. Janganlah kita terlampau pasif untuk mengungkapkan perasaan kepada suami atau isteri kita sendiri.
Mengakui kesalahan dan meminta maaf
Kalau Allah swt saja senang kepada hamba-hamba Nya yang senantiasa mengakui kesalahan dan dosanya, memohon ampun kepada-Nya, dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahanya lagi, apalagi manusia yang selalu disertai oleh nafsu.
Tentu saja pasangan kita juga akan sangat senang manakala kita mampu mengakui kesalahan-kesalahan kita, meminta maaf kepadanya, dan berjanji untuk tidak akan mengulanginya lagi (asalkan jangan janji palsu).
Ingatlah, bahwa mengakui kesalahan bukanlah tindakan pengecut maupun rendahan, melainkan tindakan yang mulia dan hanya seorang pemberani dan berjiwa besarlah yang mampu melakukan hal tersebut.
Jangan mengungkit masa lalu
Jangan membiasakan diri mengungkit-ungkit masa lalu yang sekiranya dapat merusak perasaan kita sendiri maupun pasangan kita. Mengungkit masa lalu hanya akan menimbulkan kekecewaan, emosi, dan benci kepada diri sendiri maupun kepada pasangan.
Kejadian buruk pada masa lalu bukanalah untuk diungkit-ungkit, melainkan sebagai pelajaran bagi kita dalam melangkah ke depan.
Kejutan
Siapa sih yang tidak suka diberikan hadiah? Hampir setiap orang pasti akan merasa senang ketika mendapatkan sebuah hadiah, apalagi jika hadiah tersebut berasal dari orang yang ia sayangi.
Memberikan kejutan atau hadiah tidaklah harus dalam bentuk yang mewah atau mahal. Karena bukanlah berapa harga hadiah yang kita berikan, melainkan lebih mengarah kepada bentuk perhatian dan kasih sayangnya. Dapat saja kita memberikan setangakai bunga mawar yang indah sepulang kerja dengan kartu ucapan yang bertuliskan, “Mawar ini begitu indah merekah, namun tak pernah seindah dirimu yang merekah tak terbatas usia…”.
Canda
Canda adalah salah satu faktor penting dalam sebuah kehangatan pernikahan. Canda yang tidak berlebihan, yang bersifat merayu, manja, dan sebagainya kepada suami atau isteri akan menghilangkan kejenuhan dalam sebuah pernikahan. Jangan biarkan pernikahan kita kaku dan tanpa warna.
Canda dan tawa antara suami dan isteri insya Allah akan memperbesar kedekatan dan memperkuat ikatan kasih sayang diantara keduanya.
Hal ini sebagaimana Rasulullah saw telah memberikan contoh dalam satu riwayat yang disebutkan bahwa beliau melakukan balapan lari dengan Aisyah, terkadang beliau dikalahkan dan pada hari lain beliau menang. Riwayat ini menunjukkan bahwa Rasulullah saw pun adalah seorang suami yang suka bercanda dengan isterinya.
Doa dan Tawakal
Setelah upaya-upaya di atas, maka tentu saja tiada daya dan upaya kecuali atas kehendak-Nya saja. Maka dari itu, akhir dari segala bentuk usaha adalah istiqomah dalam berdoa dan bertawakal hanya kepada Allah swt, mohon dan yakin kepada-Nya agar menguatkan pernikahannya dalam ikatan yang senantiasa penuh dengan barokah dan keharmonisan.
“Dan Tuhanmu berfirman: ‘Berdo'alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina’.” (QS. Al Mukmin : 60)
Demikianlah, pernikahan adalah perintah dan ritual suci yang merupakan salah satu wasiat Rasulullah saw, sebagai kekasih Allah swt dan pemimpin sekaligus suri tauladan terbaik bagi umat manusia. Maka, marilah kita menjaga pernikahan tersebut dengan keharmonisan dan kehangatan dalam naungan Islam. Semoga kita termasuk orang-orang yang mendapatkan nikmat Allah swt berupa pernikahan sakinah, mawaddah, warrohmah, yang senantiasa dinaungi keharmonisan dan kehangatan. Amin.
Sebagai penutup, berikut kami sisipkan sabda Rasulullah saw mengenai keutamaan sebuah pernikahan. Semoga hadits berikut dapat menjadi bahan renungan dan motivasi bagi kita semua:
“Jika ada manusia belum hidup bersama pasangannya, berarti hidupnya akan timpang dan tidak berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT dan orang yang menikah berarti melengkapi agamanya, sabda Rasulullah SAW: "Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya." (HR. Baihaqi)

KEHARMONISAN KELUARGA DAN KESUKSESAN ANAK

KELUARGA yang hidupnya di kota dengan di desa tentu berbeda bila ditinjau dari kesibukannya. Umumnya ayah, ibu yang hidup di kota besar mempunyai banyak kesibukan dan masing-masing bekerja di luar rumah, hal ini sebagai akibat dari berbagai macam tuntutan dalam keluarga, sehingga orang tua dengan terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi segala kebutuhan hidup. Selain itu, perkembangan informasi dan teknologi yang semakin pesat telah membawa perubahan budaya global sedikit banyak berpengaruh di dalam membina kehidupan rumah tangga.

Pengejaran kebutuhan materi dan ekonomi di kota besar sebagai akibat dari segala macam tuntutan, pada saat suami istri dengan kesibukan masing-masing tentunya kurang waktu untuk bertemu hati, bahkan bertemu muka dengan anak, serta usaha mencari nafkah sehari-hari sering memperlihatkan tidak konsistennya pedoman hidup keluarga di tengah masyarakat yang sedang bergejolak dalam transisi mencari tata hidup yang mapan, sekaligus menampilkan aneka gaya dan corak hidup tertentu. Di samping berbagai pengaruh dari peningkatan sains dan teknologi yang menyebabkan wawasan warga masyarakat berubah, yang membawa serta berbagai benturan nilai dan pola pikir maupun pola tindak yang baru sebagai pencerminan dari masyarakat pluralistik kultural.
Berbagai isu yang dikemukakan di atas menimbulkan keterenggangan hubungan antar keluarga, terutama antar suami dan istri yang mau tak mau mempengaruhi terhadap hubungan antara orang tua dan anak. Permasalahan yang dihadapi adalah kurang adanya kemantapan arah (sense of direction) dalam berbagai kehidupan keluarga dalam mewujudkan keharmonisan dalam mencapai kesejahteraan keluarga menuju era tinggal landas. Oleh sebab itu, di dalam mewujudkan keluarga yang harmonis diperlukan adanya keseimbangan.
Keseimbangan di dalam kehidupan keluarga perlu dipupuk dan dijaga. Masing-masing anggota keluarga hendaknya mengetahui tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya. Orang tua (ayah dan ibu) memiliki peranan yang amat penting dalam menciptakan keseimbangan hubungan yang harmonis di dalam keluarga. Dengan tanggung jawabnya, orang tua sangat berperanan di dalam mengantarkan keberhasilan anak di dalam mengejar pendidikan.
Menurut hasil penelitian, seperti yang dikutip oleh Dalyono bahwa seorang anak laki-laki cenderung meniru gaya hidup dan sifat ayahnya, sedangkan anak perempuan meniru sifat-sifat ibunya. Hal ini dapat dimaklumi karena masing-masing anak tentu saja akan meniru orang tuanya yang memiliki kesamaan menurut jenis kelamin dengan mereka.
Beberapa hasil penelitian lain juga diungkapkan bahwa keberhasilan anak dalam mencapai pendidikan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan keluarga. Keluarga adalah tempat pendidikan anak yang sangat strategis bagi anak. Betapa banyak hasil penelitian membuktikan bahwa keluarga yang berhasil mengantarkan pendidikan anaknya adalah keluarga yang dapat menjaga disiplin dan memelihara keharmonisan.
Keharmonisan keluarga bersumber dari kerukunan hidup di dalam keluarga. Ciri-cirinya sesama anggota keluarga terdapat hubungan yang nyata, teratur dan baik, terutama sekali hubungan antara anak—orang tua. Jadi, keharmonisan keluarga merupakan sarana pembentuk karakter dan kepribadian anak. Oleh sebab itu keluarga yang memiliki latar belakang yang baik akan mampu membimbing dan mengarahkan anaknya kearah yang mereka cita-citakan. Demikian pula sebaliknya keluarga yang tidak baik atau tidak harmonis akan sulit untuk membimbing anak mereka menjadi yang terbaik bagi masa depannya.

Keajaiban Shalat Hajat Membuat Keinginan Menjadi Kenyataan

Barangsiapa yang mempunyai kebutuhan ( hajat) kepada Allah atau salah seorang manusia dari anak-cucu adam, maka wudhulah dengan sebaik-baik wudhu. Kemudian shalat dua rakaat (shalat hajat), lalu memuji kepada Allah, mengucapkan salawat kepada Nabi saw Setelah itu, mengucapkan “Laa illah illallohul haliimul kariimu, subhaana.... (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Diriwayatkan dari Abu Sirah an-Nakh’iy, dia berkata, “Seorang laki-laki menempuh perjalanan dari Yaman. Di tengah perjalan keledainya mati, lalu dia mengambil wudhu kemudian shalat dua rakaat (shalat hajat), setelah itu berdoa. Dia mengucapkan, “Ya Allah, sesungguhnya saya datang dari negeri yang sangat jauh guna berjuang di jalan-Mu dan mencari ridha-Mu. Saya bersaksi bahwasanya Engkau menghidupkan makhluk yang mati dan membangkitkan manusia dari kuburnya, janganlah Engkau jadikan saya berhutang budi terhadap seseorang pada hari ini. Pada hari ini saya memohon kepada Engkau supaya membangkitkan keledaiku yang telah mati ini.” Maka, keledai itu bangun seketika, lalu mengibaskan kedua telinganya.” (HR Baihaqi; ia mengatakan, sanad cerita ini shahih)

“Ada seorang yang buta matanya menemui Nabi saw, lalu ia mengatakan, “Sesungguhnya saya mendapatkan musibah pada mata saya, maka berdoalah kepada Allah (untuk) kesembuhanku.” Maka Nabi saw bersabda, “Pergilah, lalu berwudhu, kemudian shalatlah dua rakaat (shalat hajat). Setelah itu, berdoalah....” Dalam waktu yang singkat, laki-laki itu terlihat kembali seperti ia tidak pernah buta matanya.” Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Jika kamu memiliki kebutuhan (hajat), maka lakukanlah seperti itu (shalat hajat).” (HR Tirmidzi)

Setiap manusia memiliki kebutuhan dan keinginan, bahkan bisa dikatakan keinginan tersebut selalu ada dan tidak terbatas. Dari mulai keinginan yang dibutuhkan menyangkut dirinya sampai kepada keinginan yang dibutuhkan menyangkut sebuah negara. Bagi yang beriman, segala kebutuhan, cita-cita, harapan, dan keinginan tersebut, tidak serta merta selalu ditempuh melalui jalan usaha secara praktis belaka. Akan tetapi, ia akan terlebih dahulu mengadukannya kepada Allah SWT, sebab Dia adalah Dzat Yang Mahakaya, yang memiliki langit, bumi, dan seluruh alam semesta, Dzat Yang tidak bakhil dalam memberi kepada yang memohon dan meminta kepada-Nya. Oleh karena itu, Rasulullah saw setiap kali menghadapi kesulitan beliau selalu mengadukannya kepada Allah SWT melalui shalat. Mengadu dan memohon kepada Tuhan yang tidak pernah sekali pun berada dalam lemah dan miskin. Kenapa? Karena shalat adalah jalan keluar bagi mereka yang memiliki kesulitan dan kebutuhan, juga sebagai media dimana seorang hamba mengadukan segala persoalan hidup yang dihadapinya.

Di dalam Al-Qur`an, Allah SWT berfirman, “Dan mintalah pertolongan kepada Tuhanmu dengan melaksanakan shalat dan dengan sikap sabar.” (QS Al-Baqarah <2>: 45)
Shalat hajat, ditetapkan atau disyariatkan yang secara khusus dikaitkan kepada ibadah bagi yang sedang memiliki kebutuhan atau permasalahan. Dan tentunya, ini lebih spesifik dibandingkan dengan shalat-shalat lain dan memiliki suatu keistimewaan sendiri dari Allah dan Rasulullah saw.
Selain itu, shalat hajat merupakan suatu cara paling tepat dalam mengadukan permasalahan yang sedang dihadapi oleh seorang muslim. Shalat hajat merupakan salah satu jenis shalat yang disyariatkan di dalam Islam. Dasar hukum shalat hajat terdapat di dalam hadits Rasulullah saw. Para sahabat, ulama salaf, dan para shalihin biasa melakukan shalat hajat, terutama ketika mereka memiliki suatu kebutuhan, baik dalam situasi mendesak maupun dalam situasi biasa.
Dari beberapa keterangan yang terdapat di kitab-kitab, baik ulama salaf maupun khalaf (kontemporer), shalat ini telah banyak membuktikan keampuhan atau terkabulnya seluruh permohonan dari kebutuhan yang mereka pinta kepada Allah, sebagaimana yang terdapat pada bukuini. Shalat hajat juga merupakan bagian dari keringanan dan rahmat dari Allah SWT bagi hamba-Nya.
Pada praktiknya shalat hajat ini sangat mudah dan bisa dilakukan pada siang hari atau malam, tidak seperti pada shalat-shalat lainnya secara umum. Misalnya, shalat dhuha hanya bisa dilakukan pada saat matahari terbit sampai datangnya waktu zuhur, atau shalat tahajud yang hanya bisa dilakukan pada malam hari. Sebagai pembuktian atas kebenaran sabda Rasulullah terhadap shalat hajat, tidak terhitung banyaknya orang yang telah mendapatkan keajaiban dan terkabulnya permintaan atau hajat mereka. Bahkan, ada yang mendapatkan keajaiban dengan diturunkan malaikat kepadanya untuk membantu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya, sebagaimana yang terdapat di dalam bab “Bukti Dan Kisah Nyata Orang-Orang Mendapatkan Keajaiban Shalat Hajat”
Untuk menambah kesempurnaan, buku ini juga dilengkapi tata cara shalat hajat dan doa-doa mustajab. Bacalah buku ini, amalkan, sebab semua orang memiliki kebutuhan. Setelah itu, kita akan merasakannya sendiri manfaatnya!

JUJUR ITU INDAH BROOO

Banyak orang mengatakan bahwa jujur itu susah, hidup tidak jujur saja susah apalagi berprilaku jujur. Ada pula yang mengatakan Bahwa jujur adalah mata uang yang berlaku dimana-mana.

Seorang yang bernama Imam Muhammad berjalan menyusuri sungai, ditengah perjalanan dia beristirahat, ketika Imam Muhammad duduk dipinggir sungai nampaklah olehnya sebuah apel terhanyut mengikuti arus sungai. Imam kemudian mengambilnya lalu dikarenakan rasa laparnya, maka dia memakannya. Baru setengah dia memakannya dia teringat bahwa Apel tersebut bukan miliknya. Apel tersebut tentu saja ada pemiliknya, mungkin ada pohon apel dipinggir sungai yang buahnya jatuh disungai. Tampa membuang waktu Imam berbalik arah menyusuri sungai untuk mencari asal muasal buah apael tersebut. Setelah sekitar satu jam berjalan maka dia melihat ada kebun apel dipinggir sungai. Dia pun mengucap salam ketika melihat ada seorang yang bekerja di kebun apel tersebut dan memulai pembicaraan." Mohon maaf pak, saya menemukan buah apel ini hanyut disungai, karena saya lapar maka saya memakannya, kemudian baru setengah saya makan saya teringat buah ini pasti ada pemiliknya dan sesungguhnya saya tidak berhak memakannya sebelum mendapat ijin dari pemiliknya. Mohon Bapak dapat memaafkannya dan mengiklaskan buah apel yang telah saya makan ini. " kata Imam Muhammad sereya menyerahkan buah sisa separuh buah apale tersebut. Pemilik kebun apel meneliti sisa buah apel tersebut kemudian berkata " buah apel ini memang milik saya, karena anda sudah memakannya tanpa se ijin saya maka anda harus menggantinya dengan bekerja selama 1 tahun dikebun ini tanpa bayaran". Imam Muhammad terkejut, tapi kemudian dia ingat sesuatu yang termakan tanpa hak, hukumnya haram dan itu bagaikan memasukan bara api neraka ke dalam perut. Baiklah pak saya setuju.

Imam Muhammad pun bekerja dengan tekun, kemudian setelah setahun dia minta ijin untuk meninggalkan kebun tersebut. Namun tanpa disangka sang pemilik kebun tidak mengijinkannya dengan alasan dia akan dinikahkan dengan putrinya. Imam pun setuju. Pemilik kebun berkata:
" Anda jangan senang dahulu, putri saya, bisu dan tuli. bagaimana ?"
" Baiklah saya Setuju" jawab Imam.
Kemudian dilangsungkan proses pernikahan dimana kedua mempelai berada dalam ruang terpisah.
Ketika selesai akad nikah, Imam Muhammad menemui istrinya tersebut di kamar, sambil mengucap salam
"Assalamualaikum "
"Walaikumsalam" jawab seorang gadis cantik rupawan di dalam kamar.
Imam Muhammad terpenjat, kemudian dia bergegas keluar kamar menemui pemilik kebun.
"Bapak siapakah gadis dikamar tersebut"
" Oh itu istrimu anakku" jawab pemilik kebun
"Bukankah bapak katakan dia bisu dan tuli, lalu kenapa dia dapat menjawab salamku"
" Hai Imam Muhammad, sesungguhnya sewaktu pertemuan pertama kita dahulu, aku terkesan dengan ke jujuran dan ketulusan hatimu. Dan setelah bekerja setahun, aku tahu engkau adalah seorang yang dapat dipercaya, maka aku sekali lagi mengujimu dengan mengatakan anakku bisu tuli, ternyata engkau memang orang jujur dan terpercaya, sesungguhnya anakku tidaklah bisu dan tuli, dialah hakmu.

Ternyata Imam Muhammad mendapatkan istri yang sholeha, cantik rupawan, maka selanjutnya dari perkawinan mereka lahirlah seorang anak yang bernama Imam Syafei. Salah satu dari 4 Imam besar yang Mahzabnya banyak di ikuti umat Islam Idi ndonesia.
Jujur itu memang indah. Orangtua berakhlak baik melahirkan anaknya yang berakhlak baik pula.

PERKEMBANGAN BANK SYARI’AH

1. PENDAHULUAN
Sepanjang tahun 2007, perkembangan bank syari’ah di Indonesia cukup menggembirakan. Ini terlihat dari pertumbuhan jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) yang menjadi 26 dari sebelumnya hanya 20 UUS di tahun 2006. Demikian juga dengan jaringan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dari 105 (2006) menjadi 114 BPRS (2007). Sedangkan total jaringan kantor layanan bank syariah dari 636 kantor (2006) menjadi 711 (2007). Bagaimanakah perkembangan lembaga keuangan syariah di tahun 2008?
Berikut ini kami akan sajikan kehadapan kita semuanya diantaranya :
1. Sejarah Bank Syariah Dunia
2. Sejarah Bank Syariah di Indonesia
3. Dari BUS sampai OC
4. iB, Sarana edukasi bank Syariah ke masyarakat
5. Bank Muamalat Indonesia
6. Bank Syariah Mandiri
7. Bank Syariah Mega Indonesia
8. Unit Usaha Syariah
9. Syariah VS Konvensional
10. Baitul Maal Wat Tamwiil
11. BPR Syariah
12. Prudential Syariah
13. Pegadaian Syariah
14. Produk – Produk Bank Syariah

2. Pembahasan
2.1. Sejarah Bank Syariah Dunia
Bank syariah pertama kali berkembang bukan ditanah arab – tempat lahirnya ajaran islam – melainkan di benua Afrika, yakni mesir yaitu pada tahun 1963. Pemimpin perintis usaha ini adalahAhmad Alnajjar. Ia mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba, bagi hasil) di kota Mit Ghamr dengan namaMith Ghamr Local Saving Bank. Pada tahun 1971, nasir social Bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial yang bebas bunga.Negara kedua di dunia yang mendirikan bank syariah adalah filipina dengan nama Phillipine Amanah Bank (1973). Pada tahun 1974, melalui dukungan sejumlah negara yang berpenduduk mayoritas muslim dan tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI), didirikanlah Islamic Development Bank (IDB). IDB merupakan bank pemerintah yang bertujuan menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. Pada tahun 1970-an bermunculan bank-bank syariah di beberapa negara di timur tengah. Antara lain, Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of Sudan(1977), Faisal Islamic Bank of Egyfp(1977), Kuwait Finance House (1977) serta Bahrain Islamic Bank(1979). Kemudian bank syariah terus berkembang hingga belahan dunia lainnya, seperti pakistan (9181), Islamic Bank Of Jordan (Yordania), Al Barakah Turkish Finance House (1985), dan islamic bank of Iran. Di malaysia, bank syariah pertama adalah Bank Islam Malaysia Berhard (BIMB) yang berdiri pada 1 juli 1983. Selanjutnya, bank syariah terusa berkembang hingga ke benua lainnya seperti Asia, Asia Fasifik hingga Eropa, seperti Inggris, Swiss, Denmark, Italia, juga kanada. Negara lainnya adalah afrika selatan, Lebanon dan nigeria. The islamic Bank Internasional of Denmark adalah bank syariah pertama yang berdiri di benua eropa pada tahun 1983. Saat ini, tak kurang dari 50 bank syariah (Islam di seluruh dunia.

2.2. Bank Syariah di Indonesia
Pelopor bank sayriah di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang berdiri pada tahun 1991, namun baru mulai melakukan operasional pada 1 mei 1992 dan diresmikan oleh wakil presiden RI ketika itu , Sudharmono, SH Pada juli 1992. Bank Muamalat Indonesia berdiri atas prakarsa Mejelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendidkiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Walaupun Bank Muamalat Indonesi (BMI) merupakan pelopor lahirnya bank syariah di Indonesia pada awal 1990-an sebenarnya sudah berdiri beberapa Bank Perkeriditan Rakyat (BPR) dengan konsep bagi hasil (Profit sharing). Diantaranya BPR Al-Islam di Lombok (NTB), disusul tiga BPR di Bandung (Jawa Barat) dan satu di aceh.Jauh sebelum berdirinya BPR-BPR itu, di Bandung telah dididirikan Koperasi Jasa Keahlian “TEKNOSA” (1980). Lembaga ini didirikan oleh para aktivis masjid salman (ITB). Koperasi ini kemudian di kenal sebagai perintis hadirnya lembaga keuangan Islam di Indonesia. Koperasi teknosa kemudian memotori sejumlah diskusi dengan tema Ekonomi Islam dan Lembaga Keuangan Islam pada tahun 1983. Setahun kemudian (1984), berdiri Baitul Maal Wat Tamwil (BMT). Setelah reformasi 1998 sampai saat ini, telah berdiri berbagai bank syariah. Hingga akhir tahun 2007, tercatat ada tiga bank umum syariah (BUS) yaitu : - Bank Muamalat Indonesia (BMI), - Bank Syariah Mandiri (BSM), - Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). Dan 26 Unit Usaha Syariah (UUS) serta 114 BPR Syariah, dengan jumlah kantor layanan sebanyak 711 buah. Keberadaan bank syariah di Indonesia telah diatur dalam UU no 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU no 7 tahun 1992 tentang Perbankan. Selain bank, lembaga ekonomi atau keuangan syariah lainnya yang berkembang di Indonesia adalah asuransi syariah (jumlahnya lebih dari 30), lembaga pembiayaan (finance/leasing) syariah, hotel syariah hingga swalayan (supermarket syariah.
2.3. Dari BUS sampai Office Channeling
Hingga akhir tahun 2007, terdapat tiga Bank Umum Syariah (BUS) yaitu BMI, BSM, BSMI. Selian itu terdapat 26 UUS , yaitu bank konvensional yang membuka unit syariah, dan 114 bank Perkeriditan Rakyat dengan total kantor layanan mencapai 711 unit. Jumlah kantor layanan ini makin bertambah luas, setelah dikeluarkan Peraturan BI no. 8/PBI/2006 tentang layanan syariah yangdapat dilakukan di kantor cabang konvensional. Istilah ini disebut dengan Office Channeling.istilah OC ini hampir sama dengan konsep yang diterapkan di malaysia, yaitu double windows system. Yang membedaknnya, pada OC kantor bank umum (konvensional) dapat melayani transaksi perbankan dengan skim syariah, dengan syarat bank bersangkutan telah memiliki UUS. Sedangkan pada double windows system yang diterapkan di malaysia, bank umum yang tidak memiliki UUS atau kantor cabang syariah diperbolehkan untuk melakukan transaksi dengan skim syariah dalam satu kantor. Dengan kata lain, dalam satu bank, terdapat dua sistem layanan sekaligus: skim syariah dan konvensional. Kebijakan OC ini, membawa dampak positif bagi perbankan syariah, khususnya dari segi penghimpunan dana (funding). Hingga akhir 2007 lalu. UUS yang membuka layanan syariah di kantor cabang bank konvensional berhasil menghimpun dana masyarakat sebesar Rp 507,8 miliar. Dana ini berasal dari 1035 outlet OC. Dengan jumlah outlet yang demikian besar, tentu saja dana yang dihimpun itu masih sangat kecil. Karenanya dibutuhkan komimen yang kuat dari industri bank umum untuk memaksimalkan potensi yang ada.
2.4. iB, Sarana Edukasi Bank Syariah Ke Masyarakat
Untuk melakukan percepatan perkembangan dan pertumbuhan bank syariah, Bank Indonesia membuat Blue print (cetak biru) perbankan syariah Indonesia (2005-2009). Dari blue print tersebut ada enam pilar program kerja berdasarkan tingkat pengembangan bank syariah selama periode itu. Keenam pilar itu (1) penguatan kelembagaan bank syariah; (2) pengembangan produk peningkatan layanan bank syariah; (3) intensifikasi edukasi publik dan aliansi mitra strategis; (4) peningkatan peran pemerintah dan penguatankerangka hukum bank syariah; (5) penguatan SDM bank syariah; (6) penguatan pengawasan bank syariah. Langkah nyata yang dilakukan Bank Indonesia untuk mempercepat dan menyosialisasikan bank syariah ke tengah-tengah masyarakat adalah diluncurkannya logo iB (Islamic Banking)pada 2 juli 2007. iB adalah logo bersama sebagai tanda khusus bank syariah dalam melayani masyarakat luas. Dengan iB, maka masyarakat akan makin mudah mengenali layanan bank syariah. Dengan demikian banyak bank yang menawarkan produk dan jas bank syariah, maka kehadiran logo iB diharapkan makin mempercepat masyarakat untuk mengenali dan menemukan kelebihan layanan bank syariah untuk semua transaksi keuangannya. Dengan logo ini, diharapkan bank syariah di Indonesia akan tumbuh pesat, sehingga dapat meningkatkan market share bank syariah di dunia internasional. Bagi bank sayariah, pemasangan logo iB di berbagai tampilan visual kantor dan promosi, akan sangat membantu strategi komunikasi bank syariah dalam menampilkan dirinya sebagai sebuah industri yang besar dan solid. iB menjadi penanda identitas industri perbankan syariah di Indonesia yang merupakan kristalisasi dari nilai – nilai utama sistem perbankan syariah yang modern, transparan, berkeadilan, seimbang dan beretika.
2.5. Bank Muamalat Indonesia
BMI berdiri pada tahun 1991 atas prakarsa MUI dan pemerintah Indonesia. Namun BMI baru mulai operasionalnya pada 1 mei 1992. BMI adalah bank syariah pertama di Indonesia. BMI di kenal mottonya, ‘Pertama Murni Syariah’. Hingga saat ini BMI memiliki 51 kantor cabang pembantu, 8 KCB, dan 18 UPS, 89 kantor Kas, 43 gerai muamalat dan 1600 SOPP/Kantor Pos Online. BMI mempunyai berbagai macam produk perbankan yang dibagi dalam dua kategori, yaitu penyimpan dana dan pengelola dana. Untuk penyimpan dana, produk muamalat terdiri atas Tabungan Umat, Tabungan Umat Junior (khusus untuk para pelajar), Tabungan Haji Arafah, Shar-E (Investasi Syariah yang dikemas dalam bentuk paket perdana senialai Rp 125 ribu), giro wadiah, Deposito Mudharaobah, Deposito Fulinves dan DPLK muamalat. Sedangkan produk BMI untuk kategori pengelola dana meliputi piutang Murobahah (fasilitas penyaluran dana dengan sistem jual beli), piutang Istisna, Pembiayaan Mudharobah (pembiayaan dalam bentuk modal (dana) yang diberikan bank untuk dikelola nasabah dalam usaha yang telah disepekati bersama), pembiayaan musyarokah (kerjasama perkongsian) dan rahn (gadai Syariah). BMI dikenal sebagai bank syariah yang inovatif dalam produk unggulannya adalah Shar-E, yang dapat diperoleh di kator POS Omline di seluruh Indonesia. Melalui Shar – E , masyarakat yang ingin menyimpan dananya di bank syariah bisa melakukan hanya dengan membeli produk tersebut, baik di gerai muamalat, kantor POS, walaupun di daerah tersebut belum terdapat kantor cabang Muamalat atau kantor bank syariah. Saat ini, Shar-E bisa diakses 2.200 kantor pos di Indonesia.
2.6. Bank Syariah Mandiri
BSM berdiri pada tanggal 25 oktober 1999 dan resmi beroperasi pada 1 november 1999. BSM kini memiliki 257 kantor layanan yang tersebar di 24 provinsi di Indonesia. Terdiri dari 57 kantor cabang, 64 Capem, 64 kantor kas, 44 kantor layanan syariah dan 28 payment point. Sebelum menjadi BSM, bank ini bernama PT Bank Susila Bahkti. Saat ini, BSMmempunyai beragam produk perbankan seperti Tabungan, Deposito, Giro, Pembiayaan, dan Lainnya. Produk tabungan terdiri atas tabungan Berencana BSM, Tabungan Simpatik BSM, Tabungan BSMDollar, Tabungan Mabrur BSM, Tabungan qurban BSM, Tabungan BSM Investa Cendikia. Untuk pembiayaan, BSM memiliki produk pembiayaan Resi Gudang, PKPA, Pembiayaan edukasi BSM, BSM Impian, Pembiayaan Dana Berputar, Pembiayaan Griya BSM, Gadai Emas BSM dan lain-lain.
Bank Syariah Mega Indonesia
BSMI berdiri pada tahun 2004. Sebelum di konversi ke bank syariah, bank ini dulu bernama Bank Umum TUGU. Hingga saat ini, BSMI telah memiliki kantor cabang sebanyak 9 buah. Produk BSMI terdiri dari dua kelompok produk yaitu produk pendanaan yang meliputi syariah Syariah Mega Giro, Syariah Mega Fleksi, Syariah Mega Tama, Syariah Mega Pendidikan, Syariah Mega Umrah, dan produk pembiayaan yang meliputi Syariah Moga Oto (kepemilikan Mobil), syariah mega griya (Perumahan), syariah mega multi (pembiayaan barang konsumtif), syariah mega invest, syariah mega capital, syariah mega garansi dan syariah mega emas (pinjaman dana dengan sistem gadai emas). Disamping itu, BSMI juga memiliki produk jasa dan layanan seperti syariah mega safe deposit box dan syariah mega card (ATM).
2.7. Unit – Unit Usaha Syariah
1. Bank Bukopin Syariah
2. BII Syariah
3. Bank Niaga Syariah
4. HSBC Syariah
5. BNI Syariah
6. BRI Syariah
7. Permata Syariah
8. BTN Syariah
9. Bank IFI Syariah
10. Bank JABAR Syariah
11. Bank Riau Syariah
12. BPD Kalsel Syariah
13. Danamon Syariah
14. Bank DKI Syariah
15. Bank SUMUT Syariah
16. BPD Aceh Syariah
17. BPD NTB Syariah
18. BPD Kaltim Syariah

2.8. Syariah vs Konvension
Salah satu lembaga keuangan syariah adalah industri asuransi. Asuransi syariah di indonesia pertama kali berdiri pada 24 february 1994 yang bernama PT Syarikat Takaful Indonseia. Ada beberapa perbedaan prinsip antara Takaful (asuransi) syariah dan asuransi konvensional. Di anataranya, asuransi syariah memiliki Dewan Pengawas syariah (DPS) yang berfungsi mengawasi setiap produk yang dipasarkan dan dana yang di investasikan. Sedangkan asurasnsi konvensional tidak memiliki DPS. Selain itu, asuransi syariah mempunyai akad takafuli(tolong-menolong)untuk memberikan santunan perlindungan atas musibah yang akan datang. Sedangklan asuransi konvensional mempunyai akad tabaduli(jual beli atas resiko yang dipertanggungkan) atau akad muwwadah yaitu suatu perjanjian di mana pihak yang memberikan sesuatu kepada orang, berhak menerima penggantian dari pihak yang diberinya. Dana yang terkumpul pada asuransi syariah menjadi amanah pengelola dana. Dana merupakan milik peserta, dan perusahaan hanya pemegang amanah. Dana tersebut diinvestasikan sesuai dengan instrumen syariah(mudharabah) dengan (shahibul mal). Dan dana yang dikelola terhindar dari tiga unsur larangan (bebas dari riba, maisir, gharar). Sementara pada asuransi konvensionla, dana yang terkumpul menjadi milik perusahaan. Pada asuransi syariah, mekanisme pertanggungan berupa sharing of risk (berbagi resiko), apabila terjadi musibah maka semua peserta ikut menanggung. Sedangkan pada asuransi konvensionalm justru terjadi transfer of risk dari peserta kepada perusahaan, transefer of found, sehingga yang terjadi dalam hubungan peserta dan perusahaan adalah hubungan tertanggung dan penanggung. Hingga saat ini, jumlah asuransi syariah di Indonesia mencapai lebih dari 30 perusahaan, dengan jumlah kantor layanan mencapai ratusan unit.
Baitul Mal Wat Tamwil
BMT adalah lembaga ekonomi tingkat mikro dan kecil, yang bukan termasuk koperasi bukan pula bank, tapi berada ditengah-tengah antara kedua lembaga tersebut, dan melayani tabungan maupun pembiayaan, dengan sistem syariah. Tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor pendirian dan pengembangan BMT di Indonesia adalag Prof Dr M. Amin Aizi M. SC. Saat ini di Indonesia terdapat 3.000 BMT. BMT telah turut berperan dalam membangun ekonomi umat, khususnya sektor mikro dan kcil, para dhuafa dan mustadhafin.
BPR Syariah
BPRS adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran. Bentuk hukumnya dapat berupa: Perseroan Terbatas/PT, Koperasi atau perusahaan Daerah (Pasal 2 PBI 6/17/PBI/2004). Modal disetor BPRS ditetapkan sebagai berikut:
• Rp 2 miliar (wilayah DKI Jakarta, Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi)
• Rp 1 miliar (wilayah ibukita propinsi di luar wilayah DKI Jakarta, Tangerang, Bogor, depk, Bekasi)
• Rp 500 Juta (wilayah lain)
Hingga saat ini, jumlah BPRS mencapai 114 unit, yang tersebar hampir seluruh wilayah Indonesia. Diperkirakan setiap tahun, jumlah BPRS akan terus meningkat seiring dengan makin timbulnya kesadaran masyarakat untuk mengembangkan ekonomi syariah yang lebih adil, jujur dan transparan.
2.9. Prudential Syariah
Prudential Indonesia secara resmi membuka cabang syariah per september 2007. Pengembangan asuransi syaria prudential merupakan refleksi dari komitmen prudential terhadap pemenuhan kebutuhan nasabah. Perusahaan patungan yang merupakan pemimpin pasar unit link itu menyewakan produk unit link syariah. Prudential Syariah akan menjadikan unit link syariah sebagai prduk unggulan. Untuk itu, Prudential Syariah meluncurkan tiga produk investasi syariah berbasis unit link, yaitu Prulink Syariah Rupiah Equity Fund (PSREF), Prulink Syariah Rupiah Managed Fun (PSRMF), dan prulink Syariah fixed income fund (PSFIF). Prulink Syariah Rupiah Equity Fund (PSREF)berbasis ekuitas, Prulink Syariah Rupiah Managed Fun (PSRMF)berbasis pendapatan campuran , dan prulink Syariah fixed income fund (PSFIF) berbasis pendapatan tetap.
Pegadaian Syariah
Pegadaian Syariah (Rahn) merupakan unit usaha dari perum Pegadaian. Pegadaian Syariah berdiri pada tahun 2003. Hinga saat ini, jumlah kantor cabang pegadaian syariah berjumlah lebih dari 50 buah. Walaupun kran Office Channeling telah menjadi bagian dari pertumbuhan LKS. Perum pegadaian nampaknya belum tertarik dengan opsi tersebut. Sbaliknya, perum pegadaian justru melangkah lebih jauh dengan mengkonversi cabang konvensional ke syariah. Beberapa kantor cabang pegadaian syariah adalah hasil konversi dari pegadaian konvensional. Konversi dilakukan apabila kantor konvensional berada di tengah-tengah basis muslim dan masyarakat menghendaki layanan syariah. Adapun produk yang ditawarkan pegadaian syariah antara lain gadai syariah dan Ar-Rum (penjaminan dengan surat berharga/BPKB, dll) adapaun akad yang digunakan antara lain, akad gadai syariah dan akad sewa tempat (ijaroh).
2.10. Produk – Produk Bank Syariah
2.10.1. Al Wadiah (Titipan)
Yaitu titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitif menghendaki.
2.10.2. Syirkah (Bagi Hsil)
Yaitu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih (bank dengan nasabah) untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi modal dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2.10.3. Bay’I (Jual Beli)
Ada tiga jenis jual beli dalam pembiayaan di perbankan syariah, yaitu akad ba’I al murabahah(akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan(marjin) yang disepakati), ba’I salam (pembiayaan jual beli dimana barang yang dibeli diserahkan kemudian sedangkan pembayaran dilakukan dimuka), ba’I al istishna (kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang).
2.10.4. Mudharobah
Yaitu bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shohibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian diawal. Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.
2.10.5. Ijaroh (sewa)
Yaitu akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujroh), tanpa diikuti dengan pemindahan pemilikan barang itu sendiri.
2.10.6. Al qard (Pinjaman)
Yaitu suatu aqad pinjaman kepada nasabah dengam ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya (jumlah pokok yang diterima) kepada LKS pada waktu yang telah disepakati oleh LKS dan nasabah. Pembiayaan jenis ini adalah produk pinjaman tanpa pengenaan bagi hasil sama sekali dalam bank syariah. Sumber dana yang digunakan untuk memberikan pinjaman ini berasal dari zakat, infak dan shodaqoh.
2.10.7. Murabahah
Adalah perjanjian jual beli antara bank dengan nasabah. Bank syariah membeli barang yang diperlukan nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan nasabah
2.10.8. Rahn (Gadai)
Yaitu menahan barang sebagai jaminan atas uang.

Alifia Ikutan Nari katanya