Thursday, July 19, 2012

Keberkahan, Keistimewaan & Keutamaan Bulan Puasa Ramadhan

Bulan Puasa/Ramadhan adalah bulan yang suci, penuh dengan berkah, bulan penuh pengampunan dan bulan yang amat mulia. Maka sangat merugi dan disayangkan jika seorang muslim tidak menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan ini.
Sebab belum tentu dibulan ramadhan yang akan datang ( tahun depan ) anda masih bisa diberi kesempatan untuk berjumpa lagi...
Berikut dibawah ini merupakan keberkahan-keberkadan, keistimewaan-keistimewaan dan keutamaan-keutamaan di bulan ramadhan ini :

1. Berkah puasa pada bulan Ramadhan
Nabi bersabda: "Siapa saja yang berpuasa bulan Ramadhan karena iman dan ihtisab (mengharap pahala Allah) maka diampunkan dosa-dosanya yang telah lalu." Dalam hadits qudsi diterangkan: "Setiap amal manusia adalah untuknya. Sebuah kebaikan diganjar dengan sepuluh kali hingga 700 kali lipat, kecuali shaum. Aku yang akan memberi balasannya. Karena ia meninggalkan syhwatnya, makan dan minumnya untukKu.."

2. Berkah kabar gembira dan ucapan tahni'ah dengan Ramadhan
Hal ini seperti yang termaktub dalam hadits, Rasulullah berdo'a: "Allahumma baarik lanaa fii Rajaba wa Sya'baan, wa ballighnaa Ramadhaan." Juga hadits: "Telah datang bulan Ramadhan. Bulan penuh berkah. Allah mewajibkan shaum di dalamnya atas kalian." Para salaf kita, dulu selalu berdo'a 6 bulan sebelumnya agar dipertemukan dengan Ramadhan

3. Berkah malam pertama bulan Ramadhan
Nabi bersabda: "Jika tiba awal pertama bulan Ramadhan, maka setan-setan dan jin jahat dibelenggu, semua pintu neraka ditutup dan seluruh pintu surga dibuka. Setiap malam ada yang menyeru: "Wahai pencari kebaikan sambutlah dan berhentilah kamu wahai pencari kejelekan…"

 4. Berkah shalat malam dan tahajjud pada malam bulan Ramadhan
Dalam hadits disebutkan: "Siapa saja yang berqiyamul lail (shalat malam) pada bulan Ramadhan karena iman dan ihtisab, maka diampunkanlah dosa-dosanya yang telah lalu." Juga dalam hadits lain dijelaskan: "Siapa saja yang shalat bersama imam sampai imamnya pergi meninggalkan tempatnya maka dicatat bagi orang tersebut shalat semalam suntuk…"(HR. Para pemilik Sunan dan disohihkan oleh Tirmidzi)

 5. Berkah sedekah di bulan Ramadhan
Nabi bersabda: "Sedekah yang paling afdhal ialah sedekah pada bulan Ramadhan." Rasulullah adalah orang yang paling dermawan dan bertambah kedermawanannya pada bulan Ramadhan saat ditemui Jibril, beliau lebih dermawan daripada angin yang bertiup.

 6. Berkah memberi orang buka shaum
Dalam hal ini Nabi bersabda: "Siapa saja yang memberi buka shaum pada bulan Ramadhan maka hal itu sebagai pelebur dosanya dan mengentaskannya dari neraka. Dan baginya seperti pahala orang tersebut tanpa terkurang sedikitpun." Sahabat bertanya: Wahai Rasul, tidak semua kami mampu melakukan hal itu. Maka beliau bersabda: "Allah memberikan pahala ini kepada orang yang memberi buka shaum walau seteguk susu, sebuah kurma atau seteguk air minum. Siapa saja yang memberi minum orang yang shaum, maka Allah memberinya minum dari telagaku yang menajadikannya tidak haus selamanya sampai ia masuk surga..."

7. Keberkahan do'a saat berbuka
Nabi bersabda: "Bagi orang yang sedang berpuasa do'a tak tertolak saat ia berbuka." Dalam hadits lain: "Bagi orang yang sedang shaum dua buah kebahagiaan; bahagia saat berbuka dan bersuka cita ketika bersua Rabbnya." Demikian pula riwayat yang menyebutkan ada tiga orang yang do'anya makbul; do'a orang yang sedang shaum hingga ia berbuka, seorang imam yang adil dan orang yang teraniaya.

 8. Berkah lailatul qadar
Nabi bersabda: "Siapa saja yang melakukan qiyamul lail pada malam lailatul qadar karena didasari iman dan ihtisab, maka diampunkan dosa-dosanya yang telah lampau." Hal itu bisa jadi, karena lailatul qadar lebih afdhal daripada 1000 bulan. Maka dari itu, sebagian sahabat dan salaf menganggap sunnah mandi dan memakai parfum pada 10 hari terakhir demi menjaring lailatul qadar.
(Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam, (bahwasanya) beliau bersabda."Artinya : Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" (Hadits Riwayat Bukhari 4/99, Muslim 759)

9. Berkah sahur
Rasulullah telah berwasiat: "Lakukanlah sahur, karena mengandung keberkahan." Juga: "Hendaknya kalian melakukan sahur karena sahur adalah makanan yang diberkahi." Tapi justeru: "Sahur itu seluruhnya adalah keberkahan. Maka jangan kalian tinggalkan walau hanya sekedar dengan seteguk air, karena Allah dan para MalaikatNya mendo'akan bagi orang-orang yang melakukannya." Hal ini bisa terjadi, karena: "Pembeda antara shaum kita dengan shaum ahli Kita adalah adanya sahur." 

10. Berkah dalam safar di bulan Ramadhan
Allah berfirman yang artinya: "Maka barangsiapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (Al-Baqarah: 184) dalam hadits disebutkan: "Tidak termasuk suatu kebaikan, puasa dalam safar." Dalam hadits lain: "Bahwasanya Allah telah meletakkan shaum dan setengah shalat bagi musafir." 

11. Berkah sakit di bulan Ramadhan
Maka barangsiapa di antara kalian ada yang sakit atau dalam perjalan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain." (Al-Baqarah: 184). Hal ini terjadi, karena seseorang yang didera sakit berat dan tiada harapan sembuh, maka dia tidak wajib puasa, bayar keffarat dan tidak pula mengqodho'nya. Ini berkat Ramadhan, sebagai dispensasi dan rahmat. 

12. Berkah berobat
Dalam sebuah hadits dijelaskan: "Tiga hal tidak membatalkan puasa seseorang; hijamah (bekam), muntah (tanpa unsur sengaja) dan bermimpi keluar mani." Hanya saja hijamah, makruh sebab dapat melemahkan orang yang sedang shaum. Sedangkan memakai sifat mata, maka Nabi r bersabda: "Dan hendaknya orang yang sedang shaum membentengi diri dengannya." Adapun mengenakan minyak rambut, maka Ibnu Mas'ud berkomentar: Rasulullah telah mewasiati diriku agar di pagi hari saat aku shaum aku dalam kondisi mengenakan minyak rambut dan menyisirnya. Jangan sampai di hari puasamu itu -kata beliau-, kamu dalam kondisi masam dan dekil 

13. Berkah i'tikaf
Rasulullah telah melakukannya 10 hari pada setiap Ramadhan. Tapi pada tahun wafatnya, beliau melakukannya 20 hari. Dulu jika beliau memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan, maka beliau mengencangkan kainnya, menghidupkan malamnya (dengan ibadah) dan membangunkan keluarganya 

14. Berkah dibelenggunya setan
Hal itu seperti yang termaktub dalam sebuah hadits: "..pada bulan Ramadhan, setan dan jin-jin jahat diikat." 

15. Berkah membiasakan anak-anak untuk shaum
Dari al-Rabi' binti Mu'awwidz, ia berkata: Dulu kami membiasakan anak-anak kami shaum dan kami buatkan permainan dari kapas, jika mereka menangis minta makan maka kami berikan mainannya tersebut sampai tiba saat berbuka 

16. Berkah zakat fitrah pasca Ramadhan
Rasulullah telah mewajibakan zakat fitrah di akhir bulan Ramadhan sebagai alat yang mencucikan orang shaum dan bantuan makan untuk orang-orang miskin 

17. Berkah hari raya 'idul fitri
Dalam sebuah hadits qudsi diterangkan: "Wahai para hambaKu, kalian telah berpuasa hanya karenaKu dan mendirikan shalat malam hanya untukKu, maka kembalilah kalian dengan ampunanKu." Hari raya 'idul fitri juga disebut hari penerimaan hadiah. Hari raya ini datang setelah Allah membebani para hambaNya muslimin kewajiban puasa bulan Ramadhan dan menjadikan bagi mereka setelah paripurna mengerjakan ibadah tersebut hari yang menyenangkan mereka 

18. Berkah melakukan umrah di bulan Ramadhan
Dalam sebuah riwayat disebutkan: "Umrah di bulan Ramadhan menyamai sebuah haji." Dalam riwayat lain: "..menyamai haji bersama diriku." 

19. Berkah bau mulut orang yang berpuasa
Dalam hadits dterangkan: "Sungguh, bau mulut orang yang sedang mengerjakan shaum itu di sisi Allah lebih harum daripada aroma minyak kesturi. 

20. Berkah siwak di bulan Ramadhan
Rasulullah melakukan siwak dalam kondisi beliau berpuasa. Abdur Rahman bin Ghunaim pernah bertanya kepada Mu'adz bin Jabal, "Bolehkah saya bersiwak padahal saya sedang berpuasa?" Mu'adz menjawab: "Ya." 

21. Berkah air kumur di bulan Ramadhan
Sungguh Rasulullah dulu melakukan madhmadhah (berkumur-kumur) dan istinsyaq (menghirup air ke hidung) dalam kondisi berpuasa. Hanya saja beliau bersabda: "Berlebih-lebihanlah dalam istinsyaq, kecuali jika kamu berpuasa." 

22. Berkah lupa di bulan Ramadhan
Nabi bersabda: "Siapa saja yang lupa padahal ia berpuasa, lalu ia makan atau minum maka hendaknya ia sempurnakan puasanya. sesungguhnya Allah-lah yang memberinya makan dan minum." 

23.Berkah norma dan etika baik di bulan Ramadhan
Rasulullah telah mewasiati kita: "Jika pada hari puasa salah seorang diantara kalian, maka janganlah berkata cabul dan berteriak-teriak. Apabila ada yang menghina atau mengajaknya bertengkar maka ucapkanlah, maaf saya sedang berpuasa." 

24. Berkah rafats (mencampuri, menggauli) isteri di malam bulan Ramadhan
Allah berfirman yang artinya: "Dihalalkan untuk kalian pada malam bulan Ramadhan menggauli isteri-isteri kalian." (Al-Baqarah: 187) 

25. Berkah niat di bulan Ramadhan
Dalam sebuah hadits: "Tiada puasa bagi orang yang tidak berniat pada malam hari."
Berkah surga di bulan Ramadhan. Dalam riwayat disebutkan, Nabi r bersabda: "Allah menghiasi surgaNya pada setiap hari di bulan Ramadhan." Dalam hadits qudsi: "Sudah amat dekat para hambaKu keluar dari kesulitan dan penyakit lalu kembali menuju kepadamu (surga)." Dalam riwayat juga disebutkan, bahwa di surga terdapat pintu yang bernama AR-ROYYAAN yang hanya dikhususkan bagi orang-orang yang berpuasa 

26. Berkah kebaikan memperbanyak baca Al-Qur'an di bulan Ramadhan
Imam Sufyan Tsauri, jika telah memasuki Ramadhan maka beliau hentikan aktivitas mengajarnya guna konsentrasi penuh dengan Al-Qur'an dan ibadah lainnya. Hal ini, karena beliau berkudwah dengan Rasulullah r yang amat dermawan utamanya saat beliau ditemui Jibril dan bertadarus Al-Qur'an dengannya. 

27. Berkah istighfar
Nabi bersabda: "Pada bulan Ramadhan, para malaikat memintakan ampunan bagi orang-orang yang berpuasa sampai mereka berbuka." 

28. Berkah ampunan Allah di bulan Ramadhan
Nabi bersabda: "Allah mengampuni orang-orang yang berpuasa di akhir malam bulan Ramadhan." 

29. Berkah terkumpulnya berbagai amal taat di bulan Ramadhan
Yaitu bersatunya shalat, puasa, qiyamullail, i'tikaf, baca Al-Qur'an, umrah, sedekah, memberi buka shaum, beristighfar, taubat dan berbuat aneka kebaikan 


30. Berkah di akhir bulan Ramadhan
Dalam sebuah hadits dijelaskan: "Allah membebas merdekakan seluruh orang yang telah terbebaskan pada setiap malam sepanjang bulan Ramadhan 

31. Berkah Masuk Dalam Surga
" Di dalam syurga terdapat satu pintu yang disebut Ar-Rayyan; pada hari Kiamat orang-orang yang berpuasa masuk daripadanya (dan) tidak seorang pun selain mereka memasukinya....." (Hadist riwayat Al-Bukhari)

32. Berkah Perisai Dari Siksaan
" Puasa itu perisai yang dipergunakan seorang hamba untuk membentengi dirinya dari siksaan neraka." (Hadist riwayat Imam Ahmad)

33. Berkah Jauh Dari Api Neraka
" Barang siapa yang berpuasa sehari pada jalan Allah niscaya Allah akan manjauhkan mukanya dari api neraka (sejauh perjalanan) 70 tahun." (Hadist riwayat Al-Bukhari)

Keutamaan dan Keistimewaan Puasa

Segala puji hanya milik Allah Yang Maha Esa. Shalawat dan salam tetap atas seorang yg tidak ada nabi setelahnya Muhammad saw .. Amma ba’du. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw bersabda yg artinya “Segala amal kebaikan manusia adl untuknya; satu kebaikan akan dibalas sepuluh hingga 700 kali-lipat. Allah SWT berfirman ‘Kecuali puasa krn ia adl milikKu dan Aku pula yg akan membalasnya ia meninggalkan syahwatnya makanan dan minumannya krn Aku’. Ada dua kebahagiaan yg diperuntukkan bagi orang yg berpuasa; kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika berjumpa dgn Tuhannya. Sesungguhnya bau mulut orang yg berpuasa lbh harum bagi Allah daripada aroma minyak misik.” . Allah SWT telah mengistimewakan puasa di antara amal kebaikan lainnya dgn menyandarkannya langsung kepada Zat-Nya dalam hadis qudsi Allah berfirman “?kecuali puasa krn ia adl milikKu ?.” Mengenai makna hadis ini banyak dijumpai pendapat para fuqaha dan ulama lainnya mereka menerangkan beberapa alasan pengistimewaan puasa ini di antara alasan yg terbaik adalah Pertama puasa adl ibadah dalam bentuk meninggalkan keinginan dan hasrat jiwa yg dasar yg terbentuk secara fitrahnya cendrung mengikuti semua keinginannya dan dilakukan semata-mata krn Allah SWT. Hal ini tidak terdapat pada ibadah-ibadah selain puasa. Ibadah ihram misalnya mengandung larangan melakukan hubungan suami-istri dan hal-hal yg merangsangnya seperti mengenakan parfum sementara itu di dalamnya tidak terkandung larangan memenuhi hasrat jiwa yg lain seperti makan dan minum. Sama halnya dgn ihram i’tikaf pun demikian sekalipun ia merupakan ibadah yg ikut dalam cakupan puasa . Sedangkan salat sekalipun orang yg sedang salat diharuskan meninggalkan semua hasrat jiwanya namun itu hanya dilakukan pada masa yg tidak lama sehingga orang yg salat tidak merasa kehilangan makanan dan minuman bahkan sebaliknya ia dilarang salat ketika hatinya menginginkan makanan yg ada di hadapannya sampai ia memakannya ala kadarnya yg membuat hatinya tenang karenanya ia diperintahkan utk makan malam terlebih dahulu sebelum salat. Ini semua berbeda dgn puasa yg dilakukan sepanjang siang hari penuh. Oleh krn itu orang yg berpuasa akan merasakan kehilangan hasrat jiwanya ini saat hatinya sangat menginginkannya terutama pada siang hari musim kemarau yg sangat panas dan lama oleh krn itu ada sebuah riwayat menerangkan bahwa termasuk bagian dari iman puasa di musim kemarau. Rasulullah saw sebagaimana diriwayatkan oleh Abu al-Darda’ ra pernah berpuasa Ramadhan dalam sebuah perjalanan dalam cuaca yg sangat panas ketika para sahabat tidak ikut berpuasa . Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa Rasulullah saw pernah berada pada dataran tinggi ketika sedang berpuasa ketika itu beliau menuangkan air ke atas kepalanya krn dahaga atau panas yg dirasakannya. Ketika hati seseorang sangat merindukan sesuatu yg diinginkannya dan ia mampu utk mendapatkannya namun ia meninggalkannya krn Allah SWT padahal ketika itu ia berada di suatu tempat yg tidak ada orang pun yg mengawasinya kecuali Allah maka hal ini merupakan tanda kebenaran imannya. Orang yg berpuasa yakin bahwa ia mempunyai Tuhan yg selalu mengawasinya ketika ia berada di tempat yg sepi dan mengharamkan kepadanya memenuhi hasrat jiwanya yg memang telah dikodratkan bahwa ia akan selalu menginginkannya. Lalu ia pun menaati Tuhannya melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya krn takut akan siksa-Nya dan mengharapkan pahala-Nya. Oleh krn itulah Allah berterima kasih kepadanya atas yg demikian itu dan Ia mengkhususkan amal perbuatan ini di antara amal-amal lainnya utk Zat-Nya karenanya setelah itu Allah SWT berfirman “Sungguh ia telah meninggalkan hasrat makanan dan minumannya semata-mata hanya krn Aku.” Tatkala seorang mukmin yg berpuasa mengetahui bahwa ridha Tuhannya terdapat pada upayanya meninggalkan hasrat jiwanya maka ia akan lbh mendahului ridha Tuhannya atas hawa nafsunya. Maka jadilah kelezatan yg dirasakannya terdapat ketika ia meninggalkan hasratnya krn Allah krn ia yakin bahwa Allah selalu mengawasinya dan pahala serta siksa-Nya lbh besar dibandingkan kelezatan yg diperolehnya ketika memenuhi hasratnya di tempat sepi. Hal ini krn ia lbh mementingkan ridha Tuhannya dari pada hawa nafsunya. Bahkan kebencian seorang mukmin terhadap hal itu saat berada di tempat sepi akan lbh besar dibandingkan kebenciannya terhadap rasa sakit akibat pukulan. Salah satu tanda keimanan adl kebencian seorang mukmin terhadap keinginan hasrat jiwanya ketika ia tahu bahwa Allah tidak menyukainya maka jadilah kelezatannya terdapat pada hal-hal yg diridhai oleh Tuhannya sekalipun bertentangan dgn keinginan nafsunya dan kepedihan yg dirasakannya terdapat pada hal-hal yg tidak disukai Tuhannya sekalipun bersesuaian dgn keinginan nafsunya. Dikatakan dalam sebuah syair “Siksanya karenamu terasa sejuk dan jauhnya karenamu terasa dekat.Engkau bagiku bagaikan nyawaku bahkan engkau lbh aku cintai dibanding nyawaku.Cukuplah bagiku rasa cinta bahwa aku mencintai apa yg engkau cinta.” Kedua puasa merupakan rahasia antara seorang hamba dan Tuhannya yg hanya diketahui oleh-Nya krn puasa terdiri dari niat yg tersembunyi yg hanya diketahui oleh Allah saja dan meninggalkan hasrat jiwa yg biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Oleh krn itu dikatakan bahwa puasa ini tidak dicatat oleh malaikat hafadhah . Pendapat lain mengatakan bahwa pada puasa tidak terdapat riya’. Pendapat ini bisa dikembalikan kepada yg pertama krn orang yg meninggalkan keinginan nafsunya krn Allah SWT di mana tidak ada yg mengawasinya ketika itu kecuali hanya Zat yg memberinya perintah dan larangan maka hal ini menunjukkan kebenaran imannya. Allah SWT menyukai jika hamba-hamba-Nya berhubungan dengan-Nya secara rahasia dan orang-orang yg mencintai-Nya juga menyukai jika mereka dapat berhubungan dengan-Nya secara rahasia sampai-sampai beberapa dari mereka sangat menginginkan seandainya para malaikat hafadhah tidak mengetahui ibadah yg dilakukannya. Ketika beberapa rahasianya terbongkar sebagian dari mereka berkata “Hidup ini akan terasa nyaman ketika hubungan antara aku dan Dia tidak diketahui oleh siapa pun.” Lalu ia memohon agar ia dimatikan dan tak lama kemudian ia meninggal dunia. Orang-orang yg mencintai akan merasa cemburu seandainya orang-orang yg cemburu kepadanya mengetahui rahasia-rahasia antara mereka dan Zat yg mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya. “Janganlah kamu sebarkan rahasia yg terjaga krn aku akan merasa cemburu jika yg aku cintai disebutkan di hadapan orang-orang yg ada bersamaku.”

Monday, January 23, 2012

GORESAN JIWA

Ketika bertemu tak memberi semu
Ketika pergi tak pernah berseri
Ketika berkata tak pernah ada basa
Ketika tertawa tak pernah mencela
Tatkala ingin bercinta tiada daya
Dengan kata yang penuh nista


Tatkala bertemu aku merindu
Tatkala tertawa aku diterpa
Tatkala berdiam aku diterkam
Tatkala menghayal aku di soal
Tatkala tidur aku tersungkur
Tatkala menyesal aku tak di sangkal


Aku berseri janganlah kau iri
Aku bahagia janganlah kau menerpa
Aku bercinta janganlah kau berdusta
Aku bergaya janganlah kau menghina
Aku berdo'a janganlah kau menyela
Aku berkaca janganlah kau percaya
Aku berbicara janganlah kau tertawa


najm 2012

Friday, January 6, 2012

Tinjauan Syariah Produk Deposito Mudhorobah


PENDAHULUAN

Dalam hal strategi pengembangan perbankan syariah dan produk-produknya, Indonesia memilih pendekatan yang bertahap dan berkesinambungan (gradual and sustainable) yang sesuai Syariah (comply to Sharia principles) dan tidak mengadopsi akad-akad yang kontroversial. Pendekatan yang bertahap dan berkesinambungan memungkinkan perkembangan yang sesuai dengan keadaan dan kesiapan pelaku tanpa dipaksakan serta membentuk sistem yang kokoh dan tidak rapuh. Sementara itu, pendekatan yang berhati-hati yang sesuai dengan prinsip Syariah menjamin produk-produk yang ditawarkan terjamin kemurnian Syariah-nya dan dapat diterima masyarakat luas dan dunia internasional.

Dengan strategi pengembangan yang dipilih, perbankan syariah di Indonesia telah tumbuh menjadi salah satu sistem perbankan syariah dalam dual financial system yang paling sesuai dengan ketentuan Syariah. Selain itu, pengembangan perbankan syariah memiliki dampak positif terhadap pengembangan sektor lain dengan prinsip Syariah.

Setelah bank syariah pertama berdiri pada tahun 1992, asuransi syariah atau Takaful mulai muncul pada tahun 1994 dengan berdirinya Asuransi Takaful Keluarga. Setelah itu, muncul Jakarta Islamic Index (JII) yang merupakan pengelompokan saham-saham 30 emiten yang dipandang paling mendekati kriteria syariah.

Meskipun demikian, setiap saat tetap diperlukan kajian-kajian terhadap produk-produk perbankan syariah untuk memastikan kesesuaian dengan kaidah-kaidah syariah sehingga perkembangan perbankan syariah bersifat menyeluruh, baik dari segi kuantitas dengan menjangkau masyarakat yang lebih luas maupun kualitas dengan memenuhi seluruh kaidah-kaidah syariah.

Latar Belakang

Bank Syariah berfungsi sebagai penghimpun dana dari nasabah dan penyalur dana bagi kegiatan sector riil. Salah satu dasar hukum yang digunakan adalah Mudharabah.
Mudharabah dijadikan landasan hukum untuk produk Deposito Mudharabah yang bertujuan menghimpun dana nasabah dan menyalurkannya dalam bentuk Pembiayaan Mudharabah. Kedua produk tersebut ditawarkan dengan skema bagi hasil. Pada Deposito Mudharabah, nasabah sebagai shahibul maal akan memperoleh nisbah sesuai dengan keuntungan Bank. Pada Pembiayaan Mudharabah, Bank sebagai shahibul maal akan memperoleh nisbah sesuai dengan keuntungan Mudharib.

Untuk mencermati lebih jauh bagaimana kesesuaian produk Bank Syariah, khususnya Deposito Mudharabah dan Pembiayaan Mudharabah, dengan sistem Mudharabah dalam literatur fiqih maka disusunlah kajian syariah terhadap produk tersebut yang dituangkan ke dalam makalah ini.

Rumusan Masalah
Dewasa ini Perbankan Syariah mengimplementasikan Fiqh Mudharabah dalam bentuk produk Deposito Mudharabah dan Pembiayaan Mudharabah. Mengingat kemungkinan timbulnya pergeseran ‘nilai’ yang mungkin terjadi, diperlukan kajian syariah terhadap kedua produk tersebut sehingga dapat dinilai sejauh mana kesesuaian produk tersebut dengan kaidah fiqh-nya.

1.3 Pertanyaan Penelitian

Sejauh mana Deposito Mudharabah dan Pembiayaan Mudharabah sebagai Produk Perbankan Syariah telah memenuhi kaidah-kaidah Syariah/Fiqh?

2. LANDASAN SYARIAH MUDHARABAH

Dalam Fiqh Muamalah Mudharabah merupakan salah satu bentuk kerjasama antara Shahibul maal (investor) dengan seorang pihak kedua (Mudharib) yang berfungsi sebagai pengelola dalam berdagang. Istilah Mudharabah oleh ulama fiqh Hijaz disebutkan dengan Qiradh.

2.1 Definisi menurut Fiqh

Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukul kakinya dalam menjalankan usaha.

Secara terminologi, para Ulama Fiqh mendefinisikan Mudharabah atau Qiradh dengan:
“Pemilik modal (investor) menyerahkan modalnya kepada pekerja (pedagang) untuk diperdagangkan, sedangkan keuntungan dagang itu menjadi milik bersama dan dibagi menurut kesepakatan”.

Mudharib menyumbangkan tenaga dan waktunya dan mengelola kongsi mereka sesuai dengan syarat-syarat kontrak. Salah satu ciri utama dari kontrak ini adalah bahwa keuntungan, jika ada, akan dibagi antara investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah disepakati sebelumnya. Kerugian, jika ada, akan ditanggung sendiri oleh si investor.

Berdasarkan Kamus Populer Keuangan dan Ekonomi Syariah, Mudharabah didefinisikan sebagai penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharrib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.

Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) diterangkan bahwa dalam rangka mengembangkan dan meningkatkan dana lembaga keuangan syari’ah (LKS), pihak LKS dapat menyalurkan dananya kepada pihak lain dengan cara mudharabah, yaitu akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, LKS) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

2.2 Hukum Mudharabah

Secara eksplisit Al-Qur’an tidak menjelaskan langsung mengenai hukum Mudharabah, namun Al-Qur’an memuat akar kata dl-r-b yang darinya kata Mudharabah diambil. Mekipun ayat-ayat Al-Qur’an tersebut memiliki kaitan yang cukup jauh dengan Mudharabah. Dalam ayat-ayat tersebut menunjukkan arti “perjalanan” atau “perjalanan untuk tujuan dagang”.

Dalam Islam akad mudharabah dibolehkan, karena bertujuan untuk saling membantu antara rab al-mal (investor) dengan pengelola dagang (mudharib). Demikian dikatakan oleh Ibn Rusyd (w.595/1198) dari madzhab Maliki bahwa kebolehan akad mudharabah merupakan suatu kelonggaran yang khusus.

Meskipun mudharabah tidak secara langsung disebutkan oleh al-Qur
an atau Sunnah, ia adalah sebuah kebiasaan yang diakui dan dipraktikkan oleh umat Islam, dan bentuk dagang semacam ini tampaknya terus hidup sepanjang periode awal era Islam sebagai tulang punggung perdagangan karavan dan perdagangan jarak jauh.

Dasar hukum yang biasa digunakan oleh para Fuqaha tentang kebolehan bentuk kerjasama ini adalah firman Allah dalam Surah al-Muzzammil ayat 20 :

“....dan sebagian mereka berjalan di bumi mencari karunia Allah....” (Al-muzammil : 20).

Dan dalam Surah al-Baqarah ayat 198 :

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perdagangan) dari Tuhanmu....”. (al-Baqarah : 198).

Kedua ayat tersebut di atas, secara umum mengandung kebolehan akad mudharabah, yang secara bekerjasama mencari rezeki yang ditebarkan Allah SWT di muka bumi.

Kemudian dalam Sabda Rasulullah SAW. dijumpai sebuah riwayat dalam kasus mudharabah yang dilakukan oleh Abbas Ibn al-Muthalib yang artinya :

“Tuan kami ‘Abbas Ibn Abd al-Muthalib’ jika menyerahkan hartanya (kepada seorang yang pakar dalam perdagangan) melalui akad mudharabah, dia mengemukakan syarat bahwa harta itu jangan diperdagangkan melalui lautan, juga jangan menempuh lembah-lembah, dan tidak boleh dibelikan hewan ternak yang sakit tidak dapat bergerak atau berjalan. Jika (ketiga) hal itu dilakukan, maka pengelola modal dikenai ganti rugi. Kemudian syarat yang dikemukakanAbbas Ibn Abd al-Muthalib ini sampai kepada Rasulullah SAW, dan Rasul membolehkannya”. (HR. Ath-Tabrani).

Dikatakan bahwa Nabi dan beberapa Sahabat pun terlibat dalam kongsi-kongsi Mudharabah. Menurut Ibn Taimiyyah, para fuqaha menyatakan kehahalan mudharabah berdasarkan riwayat-riwayat tertentu yang dinisbatkan kepada beberapa Sahabat tetapi tidak ada Hadits sahih mengenai mudharabah yang dinisbatkan kepada Nabi.

2.3 Rukun dan Syarat

Dalam hal rukun akad mudharabah terdapat beberapa perbedaan pendapat antara Ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi rukun akad mudharabah adalah Ijab dan Qabul.

Sedangkan Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun akad mudharabah adalah terdiri atas orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja dan kad; tidak hanya terbatas pada rukun sebagaimana yang dikemukakan Ulama Hanafiyah, akan tetapi, Ulama Hanafiyah memasukkan rukun-rukun yang disebutkan Jumhur Ulama itu, selain Ijab dan Qabul sebagai syarat akad mudharabah.

Adapun syarat-syarat mudharabah, sesuai dengan rukun yang dikemukakan Jumhur Ulama di atas adalah :

1. Orang yang berakal harus cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil.
2. Mengenai modal disyaratkan: a) berbentuk uang, b) jelas jumlahnya, c) tunai, dan d) diserahkan sepenuhya kepada mudharib (pengelola). Oleh karenanya jika modal itu berbentuk barang, menurut Ulama Fiqh tidak dibolehkan, karena sulit untuk menentukan keuntungannya.
3. Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan bahwa pembagian keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing diambil dari keuntungan dagang itu.

2.4 Klasifikasi Mudharabah

Kerja sama Mudharabah dikelompokan menjadi 2 (dua), yaitu:
• Mudharabah Muthlaqah, Adalah sistem mudharabah yang dalam hal ini, pemilik modal (shahib al mal atau investor) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan waktu, ataupun dengan siapa pengelola bertransaksi. Jenis ini memberikan kebebasan kepada mudhaarib (pengelola modal) untuk melakukan apa saja yang dipandang dapat mewujudkan kemaslahatan.

• Mudharabah Muqayyadah, Dalam hal ini pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha, tempat, waktu, ataupun pihak-pihak yang dibolehkan bertransaksi dengan mudharib.

Persyaratan pada jenis yang kedua ini diperselisihkan para ulama mengenai keabsahannya. Namun yang rajih, pembatasan tersebut berguna dan sama sekali tidak menyelisihi dalil syar’i, karena hanya sekedar ijtihad dan dilakukan berdasarkan kesepakatan dan keridhaan kedua belah pihak, sehingga wajib ditunaikan. Demikianlah yang dirajihkan oleh penulis kitab Al-Fiqh Al-Muyassar halaman.187

2.5 Fatwa DSN

Pertama : Ketentuan Pembiayaan:

1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.

2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.

3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).

4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.

7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.

9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan:

1. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum.

2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
a. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).
b. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
c. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

3. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:

a. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya.
b. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

c. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:

a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.

b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.

c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:

a. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

b. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan.

c. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.


Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:


1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu.

2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi.

3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.



3. PRODUK PERBANKAN SYARIAH: DEPOSITO MUDHARABAH

Pembahasan mudharabah dalam Perbankan Islam lebih cenderung bersifat aplikatif dan praktis, jika dibandingkan dengan literatur fiqh yang bersifat teoritis. Kontrak mudharabah bank-bank Islam saat ini sudah menjamur diseluruh dunia, terutama di Timur Tengah. Perbankan Islam telah menjadi istilah yang sudah tidak asing baik di dunia Muslim maupun di dunia Barat. Istilah tersebut mewakili suatu bentuk perbankan dan pembiayaan yang berusaha menyediakan layanan-layanan bebas „bunga
kepada para nasabah.

Umumnya, kontrak mudharabah digunakan dalam perbankan Islam untuk tujuan dagang jangka pendek dan untuk suatu kongsi khusus. Kontrak-kontrak tersebut yang ada seringkali berarti jual-beli barang, yang menunjukkan sifat dagang dari kontrak ini19. Para nasabah bank Islam mengikuti kontrak-kontrak mudharabah dengan bank Islam. Mudharib (nasabah) setelah menerima dukungan pendanaan dari bank, membeli sejumlah atau senilai tertentu dari barang yang sangat spesifik dari seorang penjual dan menjualnya kepada pihak ketiga dengan suatu laba. Sebelum disetujuinya pendanaan, mudharib memberikan kepada bank segala perincian mendetail yang terkait dengan barang, sumber dimana barang dapat dibeli serta semua biaya yang terkait dengan pembelian barang tersebut. Kepada bank mudharib menyajikan pernyataan-pernyataan finansial yang disyaratkan menyangkut harga jual yang diharapkan, arus kas (cash flow) dan batas laba (profit margin), yang akan dikaji oleh bank sebelum diambil keputusan apapun tentang pendanaan. Biasanya bank akan memberi dana yang diperlukan jika ia telah cukup puas dengan batas laba yang diharapkan atas dana yang diberikan.

3.1 Paket Produk Deposito Mudharabah

• Deposito BSM adalah produk investasi berjangka waktu tertentu dalam mata uang rupiah yang dikelola berdasarkan prinsip Mudharabah Muthlaqah.

• "Merupakan pilihan investasi dalam mata uang rupiah maupun USD dengan jangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan yang ditujukan bagi Anda yang ingin berinvestasi secara halal, murni sesuai syariah. Dana Anda akan diinvestasikan secara optimal untuk membiayai berbagai macam usaha produktif yang berguna bagi kepentingan Ummat."

• Deposito dengan prinsip mudharabah adalah simpanan nasabah untuk ikut menginvestasikan dananya di Bank yang diperjanjikan untuk jangka tertentu 1,3,6,12 dan 24 bulan dan akan mendapatkan imbalan bagi hasil yang disepakati bersama atas hasil usaha bank, disamping itu nasabah dapat mensyaratkan investasinya pada usaha tertentu atas keinginannya.

Karakteristik:
a. Jangka waktu yang fleksibel antara 1, 3, 6 dan 12 bulan

b. Deposito tidak dapat dicairkan sebelum jatuh tempo

c. Fasilitas Automatic Roll Over

d. Bagi hasil dapat menambah pokok deposito, ditransfer, atau dipindahbukukan ke rekening tabungan atau giro.

e. Dapat digunakan sebagai jaminan pembiayaan atau untuk referensi Bank Muamalat.
Manfaat:

• Dana aman dan terjamin, sesuai penjaminan pemerintah

• Mendapatkan bagi hasil yang kompetitif

• Dapat dijadikan jaminan dana talangan/pembiayaan.

• Memperoleh bagi hasil yang sangat menarik setiap bulan.

• Investasi disalurkan untuk pembiayaan usaha produktifyang halal.

• Aman dan terjamin.

• Bagi Hasil yang kompetitif setiap bulan dengan nisbah antara Bank:Nasabah sebagai berikut ;

1. Jangka Waktu 1 Bulan nisbah Bank:Nasabah (38%:62%)

2. Jangka Waktu 3 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)

3. Jangka Waktu 6 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)

4. Jangka Waktu 12 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)

5. Jangka Waktu 24 Bulan nisbah Bank:Nasabah (35%:65%)

• Membantu Perencanaan investasi anda

• Membantu Pengembangan UKM

• Perpanjangan jangka waktu dapat dilakukan secara otomatis

• Pemindah bukuan bagi hasil secara otomatos (online) ke rekening anda.
Peruntukkan:

1. Individu/Perorangan

2. Badan Usaha/Badan hukum.
Persyaratan:

Dokumen/Biaya Perorangan Perusahaan/Badan Hukum
Kartu Identitas KTP/SIM/Paspor Nasabah 1. KTP Pengurus

2. Akte Pendiri

3. SIUP

4. NPWP

Min setoran awal                                             Rp500.000,- Rp1.000.000,-
Biaya Administrasi Break Deposito               Rp30.000,- Rp30.000,-
Biaya Materai                                                  Rp6.000,- Rp6.000,-
Contoh Perhitungan:
Deposito Ibu Fitri Rp1.000.000,- berjangka waktu 1 bulan. Perbandingan bagi hasil (nisbah) antara bank dan nasabah adalah 48:52. Bila dianggap total saldo deposito semua deposan adalah Rp200.000.000,- dan pendapatan bank yang dibagi-hasilkan untuk deposan adalah Rp3.000.000,- maka bagi hasil yang didapat oleh Ibu Fitri adalah:

Rp1.000.000,-
Rp200.000.000,- x Rp3.000.000,- x 52 % = Rp7.800,-
(sebelum dipotong pajak)

3.2 Pembiayaan Mudharabah

3.3 Skema Pengelolaan Produk Deposito Mudharabah & Pembiayaan Mudharabah
Implementasi Mudharabah dalam pengelolaan produk Deposito Mudharabah adalah sebagai berikut:

• Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal; harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.

• Hasil dan pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara:

o Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
o Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)

• Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyeleweng-an, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
• Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewa¬jiban, dapat dikenakan sanksi administrasi.

Modal

Kontrak-kontrak mudharabah bank Islam menentukan jumlah modal yang digunakan dalam kongsi. Ringkasnya, tidak ada dana tunai yang diberikan kepada mudharib. Jumlah modal diangsur ke dalam rekening mudharabah yang oleh bank dibuka untuk tujuan pengelolaan mudharabah. Karena umumnya mudharabah untuk tujuan pembelian barang-barang tertentu, maka bank sendirilah yang melakukan pembayaran kepada penjual. Dana-dana yang diberikan oleh bank sebagai modal tidak dalam penanganan mudharib dan ia tidak dapat menggunakannya untuk tujuan lain.
Bagaimanapun juga, bank Islam, misalnya, menyatakan dalam kontrak mudharabah mereka bahwa mudharib tidak boleh menggunakan dana yang diberikan kepadanya untuk tujuan apapun selain yang telah ditetapkan dalam kontrak20, sebuah kalusul yang tampaknya agak kurang berarti dalam praktik.

Manajemen
Mudharib menjalankan mudharabah dan mengatur pembelian, penyimpanan, pemasaran, dan penjualan barang. Kontrak menetapkan secara detail bagaimana ia harus mengelola mudharabah. Mudharib harus memastikan bahwa deskripsi yang benar tentang barang telah tersedia pada saat pengajuan pendanaan. Ia pribadi bertanggung jawab atas segala kerugian atau biaya yang diakibatkan oleh suatu kesalahan atas spesifikasi karena bank tidak akan menanggung segala kerugian semacam ini. Ia harus menyimpannya baik-baik. Ringkasnya, mudharib harus mematuhi syarat-syarat terinci dari kontrak dalam kaitannya dengan manajemen kongsi, syarat-syarat yang mana umumnya ditentukan oleh bank.

Jangka Waktu

Jangka waktu yang digunakan dalam kontrak mudharabah umumnya ditetapkan oleh bank Islam, karena kontrak mudharabah juga umumnya digunakan untuk tujuan dagang jangka pendek. Kontrak mudharabah dalam bank Islam hendaknya mengklirkan (liquidated) dan modal bank beserta keuntungannya diserahkan pada waktu yang telah ditentukan dalam kontrak, karena ada batas laba dari dana bank dihitung dengan mempertimbangkan jatuh tempo kontrak.
Dari sudut pandang bank, sedikit saja penguluran dari waktu yang telah ditetapkan akan menempatkan bank dalam risiko, karena hal ini tidak akan memungkinkan dengan bank untuk mengubah rasio keuntungan yang sejak awal telah disepakati.

20 JIB, Contract of Mudharabah; IIBD, Contract of Mudharabah.

Karena rasio keuntungan masih tetap konstan selama jangka waktu mudharabah, suatu penguluran dapat berarti pengurangan keuntungan atas modal yang diberikan. Beberapa bank Islam bahkan melangkah lebih jauh lagi dengan mengusulkan bahwa jika mudharib tidak dapat sepenuhnya memanfaatkan dana selama jangka waktu yang telah ditentukan, maka ia harus memberikan ganti rugi kepada bank. IIBD (International Islamic Bank for Investment and Development)21 misalnya, menyataka : “Kontrak secara otomatis akan dibatalkan pada saat jatuh tempo. Mudharib harus mengembalikan dana mudharabah kepada investor dengan sedikit konpensasi atas penyimpanan dana selama waktu kontrak tanpa membuatnya produktif”.
Jaminan
Meskipun dalam fiqih tidak diperbolehkan investor untuk menuntut jaminan dari mudharib, bank-bank Islam umumnya benar-benar meminta beragam bentuk jaminan. Hal ini mereka lakukan untuk memastikan bahwa modal yang disalurkan dan keuntungan yang diharapkan dari modal ini diberikan kepada bank pada saat yang ditetapkan dalam kontrak. Jaminan dapat diberikan dari mudharib sendiri maupun dari pihak ketiga. Jaminan yang diminta oleh bankbank Islam tersebut tidak dibuat untuk memastikan kembalinya modal, tetapi untuk memastikan bahwa kinerja mudharib sesuai dengan syarat-syarat kontrak22.
Salah satu klausul dalam kontrak mudharabah pada Faisal Islamic Bank of Egypt adalah “Jika terbukti bahwa mudharib menyalahgunakan atau tidak sungguh-sungguh dalam melindungi barang-barang atau dana-dana, atau bertindak bertentangan dengan syarat-syarat investor, maka mudharib harus menanggung kerugian, dan harus memberikan jaminan sebagai pengganti kerugian semacam ini”. Dalam kejadian yang maudharib bertanggung jawab atas kerugian seperti ini, penjamin diharuskan untuk memberikan ganti rugi kepada bank. Jika yang diberikan oleh penjamin belum mencukupi, maka mudharib harus memberikan jaminan tambahan dalam jangka waktu tertentu.

Disampig jaminan tersebut, mudharib diharuskan untuk menyerahkan laporan-laporan perkembangan berkala tentang kinerja umum mudharabah maupun tentang arus kas. Ia juga diwajibkan untuk selalu melakukan pencatatan atas keuangan yang terkait dengan kontrak, dan mengizinkan perwakilan bank untuk memeriksa catatan tersebut dan mengeditnya dan untuk menginvestarisasi di toko dan gudangnya kapanpun tanpa boleh ada keberatan darinya. Jika terjadi keterlambatan dalam menyerahkan pernyataan neraca atau laporan perkembangan berkala, maka akan berakibat pada pengurangan bagian laba mudharib sebanding dengan jangka waktu keterlambatannya.

21 IIBD, Contract of Mudharabah.

22 FIBS, Bank Faisal al-Islami al-Sudani.


Bank mempunyai wewenang untuk mengambil alih manajemen proyek tersebut jika mudharib tidak dapat mencapai arus kas yang diproyeksikan atau pendapatan yang dibagikan. Bank juga dapat menuntut pembekuan mudharabah jika dilihat oleh bank bahwa tidak ada untungnya melanjutkan kontrak atau jika mudharib telah melanggar kalusul kontrak. Hal ini dapat dilakukan tanpa terlebih dahulu ada peringatan atau proses hukum.



Pembagian Laba dan Rugi

Dalam pembagian laba dan rugi, secara teori, bank menanggung secara risiko, tetapi dalam praktik, dikarenakan sifat mudharabah bank Islam dan syarat-syarat yang ada di dalamnya, kerugian semacam ini mungkin akan jarang sekali terjadi.

Bank Islam sepakat dengan nasabah mudharabahnya tentang rasio laba yang ditetapkan dalam kontrak. Rasio akan tergantung antara lain pada daya tawar si nasabah, prakiraan laba, suku bunga pasar, karakter pribadi nasabah dan daya jual barang, maupun jangka waktu kontrak.

Jika mudharabah tidak menghasilkan suatu keuntungan, si mudharib tidak akan mendapatkan sedikitpun upah atas kerjanya. Dalam hal ini mengalami kerugian sepanjang tidak ditemukan bukti salah guna dan salah urus mudharib atas dana mudharabah atau sepanjang tidak ditentukan pelanggaran atas syarat-syarat yang ditetapkan oleh bank. Jika terbukti demikian, maka mudharib sendiri yang akan menanggung kerugian, dalam kasus mana jaminan yang terkait dengan tanggung jawab nasabah harus diberikan kepada bank.


Pihak bank untuk mengambil alih dalam risiko dari setiap kerugian tidak begitu saja terjadi. Ia melewati bermacam-macam cara untuk menghilangkan ketidakpastian yang mungkin terjadi dalam kongsi mudharabah murni. Risiko aktuarial dalam kongsi mudharabah seperti yang digunakan dalam perbankan Islam dapat diukur dan dapat dipastikan. Untuk alasan inilah, dapat dikatakan bahwa mudharabah bank Islam sedikit berbeda dengan penyelenggaraan investasi berisiko rendah maupun investasi bebas risiko manapun.

Dasar Perhitungan & Kesepakatan Penyerahan Bagi Hasil
1. Proyeksi Total Pendapatan Usaha : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
2. Proyeksi Total Pengeluaran & Biaya Usaha : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
3. Proyeksi Sisa Awal Hasil Usaha ( 1 – 2 ) : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
4. Penyisihan Cadangan Modal Usaha : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
5. Pengembalian Pokok / Modal : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
6. Proyeksi Sisa Akhir Hasil Usaha ( 3 – 4 – 5 ) : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
7. Proyeksi Kesepakatan Bagi Hasil : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
8. Proyeksi Sisa Hasil Usaha Nasabah (6 – 7 ) : Rp ...................... per Hari / Minggu / Bulan
9. Nisbah Bagi Hasil Bank : ............ % (7/6 x 100%)
10. Nisbah Bagi Hasil Nasabah : ............ % (8/6 x 100%)



4. TINJAUAN SYARIAH PRODUK DEPOSITO MUDHARABAH

Sebelum kita mencoba menganalisa posisi perbankan islam dalam menjalankan salah satu produknya yaitu mudharabah, alangkah baiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian tentang bank.

Secara bahasa bank adalah lembaga yang bergerak dibidang penjaminan, pengumpulan dana dan pemberi pinjaman.

Atau lembaga khusus yang bergerak dalam memberikan pinjaman dana.

Menurut prof. DR. Ali Salus, “bank memiliki dua peran; sebagai pedagang utang dan penjamin. Menerima utang dari investor dan meminjamkannya kepada nasabah. Pihak bank memberikan nominal tertentu kepada investor dari nilai yang dititipkan dan selanjutnya pihak bank meminta nominal lebih kepada nasabah yang telah diberi pinjaman bank.


Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa apa yang dilakukan oleh perbankan, system yang diterapkannya adalah riba. Sedangkan riba dalam syariat islam dan dalam ajaran-ajaran agama lain tidak bisa diterima. Oleh karenanya, perlu kita pahami juga kinerja dari perbankan islam itu seperti apa sehingga bisa kita bedakan antara bank konvensional dan bank islami.


Menurut salabah oman,“bank islami adalah lembaga yang bergerak sebagai perantara keuangan tanpa adanya bunga (interest).”


Dari pengertian kedua system bank yang ada di atas, bisa kita ketahui perbedaan kinerja yang ada. Yang satu menggunakan system bunga dan yang lainnya menerapkan system non bunga.

Jadi, peran dari bank islami itu apa? Apakah sebagai pedagang langsung (mudlarib) ataukah sebagai perantara keuangan?
Kalau kita lihat permasalah yang ada dari kacamata islami, kita bisa dapati bahwa hukum-hukum syariah baik yang berkaitan dengan masalah ibadah maupun muamalah, tidak ada hal yang mengkhususkan bahwa ibadah dan muamalah ini hanya untuk pedagang saja atau untuk perantara saja dan seterusnya. Akan tetapi, seluruh ajaran yang ada itu hanya tergantung pada kemampuan seseorang untuk menerima dan melaksanakan syariat islam dengan syarat yang harus dipenuhi. Yaitu islam, berakal baligh dll.
Untuk bisa menghukumi apakah yang dilakukan oleh perbankan itu boleh atau tidak, maka harus dilihat kinerjanya. Apakah terlepas dari hal-hal yang diharamkan ataukah tidak.
Diantara produk yang dijalankan oleh perbankan islami adalah mudharabah.

Hakekat mudharabah yang dipraktekkan oleh perbankan islami adalah sebagai berikut; bank menerima sejumlah uang dari investor kemudian oleh pihak bank, uang tersebut diinvestasikan atau diberikan kepada orang lain supaya dikelola.

Kami berpandangan bahwa posisi perbankan disini dia sebagai pengelola tapi tidak secara langsung karena uang yang diterima oleh bank diberikan lagi kepada orang lain untuk dikelola juga. Menurut kami, pihak perbankan bukanlah sebagai mudharib tapi sebagai perantara antara investor dengan pengelola. Jadi, tidak tepat kalau pihak perbankan disebut sebagai mudharib.
Kecuali kalau perbankan dalam mengelola uang yang telah diterima dari investor, digunakan dan dikelola sendiri dalam bisnis riil.

Jadi, perbankan bisa jadi sebagai pihak intermediate dan juga sebagai pedagang sesuai dengan karakter yang dijalankan.

5. KESIMPULAN

Dari perbandingan SE Konvensional dengan SE Islam terlihat bahwa SE Konvensional bukanlah sistem ekonomi ideal yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi umat manusia. SE Islam memiliki keunggulan yang secara konseptual dapat mengatasi kesenjangan sosial dan mencegah terjadinya krisis ekonomi yang selalu berulang. Hal ini akan membawa kesejahteraan bagi masyarakat yang pada akhirnya mendorong kemajuan peradaban manusia.

Semoga Allah SWT memberikan petunjuk, bimbingan dan kekuatan bagi kita semua untuk menegakan Sistem Ekonomi Islam di muka bumi. Amiin.

Alifia Ikutan Nari katanya