Monday, September 9, 2013

Keluarga Muslim Hidup Sederhana

Dalam sistem kapitalis, kebahagiaan diukur dengan materi. Hidup masa kini tidak sah tanpa berbagai atribut kemewahan. Banyak  yang selalu merasa tidak cukup, meski sudah hidup layak. Hidup sederhana menjadi barang langka.  Saking tidak bisanya hidup sederhana, ada orang yang sedang dihukum pun nekad membawa kemewahan ke dalam penjara. Kalau pun ada (banyak) orang yang hidup sederhana, itu karena terpaksa hidup seadanya akibat terjepit nasib dan pemiskinan.

Perilaku hura-hura dan konsumtif sudah menjadi budaya. Keinginan hidup mewah bukan hanya di kalangan berada, tetapi juga di kalangan golongan kurang mampu. Kemewahan bukan lagi sekedar pamer materi, tetapi memanipulasi suatu keinginan sehingga menjadi keharusan demi kepuasan. Akibatnya, tindak korupsi dan kriminalitas merajalela.

Keadaan ini sudah demikian parah dan membahayakan. Oleh karena itu, kita harus mulai dari sekarang gerakan hidup sederhana.

Perintah Hidup Sederhana


Perilaku hidup sederhana bertentangan dengan pola hidup konsumerisme, yang memandang kebahagiaan individu hanya dapat dicapai dengan mengkonsumsi, membeli dan memiliki apapun yang diinginkan meskipun melebihi batas kebutuhan dasar.

Islam mengajarkan agar kita membelanjakan harta tidak secara berlebih-lebihan dan tidak pula kikir (QS Al-Furqaan 25: 67). Islam mengecam orang yang menumpuk harta dengan memasukannya ke neraka Huthamah (QS. Al-Humazah: 1-9). Mereka yang suka menimbun emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah, diancam dengan siksaan pedih dan menyakitkan (QS. At-Taubah: 34).

“Orang yang mencapai kejayaannya ialah orang yang bertindak di atas prinsip Islam dan hidup secara sederhana
. (HR. Ahmad Tirmidzi, Ibnu Majah).

Setiap muslim harus waspada terhadap apa yang dimilikinya, janganlah sesuatu yang diharamkan Allah, tidak berlebih-lebihan, tidak boros dan bermain-main dengan harta. Jika dia mempunyai harta yang banyak dan rezkinya lapang, lebih baik memberi shadaqah kepada fakir miskin.

Nabi Teladan Hidup Sederhana

Selama hidupnya Nabi penuh kesederhanaan, baik dalam sikap perilakunya maupun apa yang dimilikinya: sandang, pangan, papan dan segala kebutuhan pokok. Termasuk dalam membelanjakan uang negara. Keempat khalifah setelah beliau tetap mempertahankan hidup yang sederhana.

Nabi hidup sederhana bukan karena miskin. Nabi sebagai seorang kepala negara bisa hidup mewah, kalau mau. Faktanya Nabi saw sanggup memberikan kambing sebanyak 1 bukit kepada seorang kepala suku yang baru masuk Islam, Malik bin Auf. Dengan kesederhanaan keluarga Nabi, beliau bisa mengoptimalkan hartanya untuk kesejahteraan rakyatnya, kepentingan dakwah dan jihad fi sabilillah. 

Nabi menolak tempat tidur yang empuk. Bantal Nabi terbuat dari kumpulan sabut kelapa. Tikar yang beliau gunakan untuk tidur meninggalkan bekas dipunggungnya. Saat meninggal dunia, beliau dalam keadaan berbaring ditempat tidur dengan menggunakan selimut kasar dan pakaian yang sangat sederhana.
Rasulullah saw bersabda: “Makanlah dan minumlah, berpakaian, dan bersedekahlah, tanpa berlebihan dan tidak sombong” (HR. Ahmad).  Nabi makan hanya beberapa suap saja, asal cukup untuk menegakkan tulang rusuknya. 
Para sahabat Rasulullah saw pada suatu hari menyebut-nyebutkan di sisi beliau itu tentang hal dunia -yakni perihal kesenangan, kekayaan dan lain-lain. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Tidakkah engkau semua mendengar, tidakkah engkau semua mendengar bahwa badzadzah (keadaan yang serba kusut dan meninggalkan pakaian yang indah-indah) itu termasuk keimanan, bahwa badzadzah itu termasuk keimanan.” Yakni taqahhul (orang yang kering kulitnya karena keadaan hidupnya yang serba kasar dan meninggalkan kemewahan dalam segala hal) (HR Abu Dawud).

Rasulullah saw diberi hadiah sejenis pakaian luar dari sutera. Beliau memakainya untuk mendirikan salat. Ketika selesai salat, beliau segera menanggalkannya dengan keras seperti tidak menyukainya, kemudian bersabda: “Tidak pantas pakaian ini untuk orang-orang yang bertakwa” (HR Muslim). 

Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa mengenakan pakaian sutera di dunia, maka ia tidak akan memakainya di akhirat” (HR Muslim).

Dari Qatadah ia berkata: Kami bertanya kepada Anas bin Malik: “Pakaian apakah yang paling disukai dan dikagumi Rasulullah saw?” Anas bin Malik ra menjawab: “Kain hibarah (pakaian bercorak terbuat dari kain katun)”. (HR Muslim).

Ibn Sina pernah berkata “Berkah dan Hikmah dari Allah tidak akan masuk ke dalam perut yang sudah penuh dengan makanan. Barang siapa sedikit makan dan minumnya, maka akan sedikit pula tidurnnya. Barang siapa sedikit tidurnya, maka akan terlihat jelas dan nyata berkah pada umur dan waktunya.”

Rasulullah bersabda: “Janganlah kalian minum di bejana emas dan perak, janganlah kalian makan di piring emas dan perak, karena emas dan perak itu milik mereka (orang-orang kafir) di dunia dan milik kalian di akhirat” (Diriwayatkan Al-Bukhary, Muslim, Abu Daud, Ahmad, At-Tirmidzy, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Hikmah Hidup Sederhana


Kehidupan kita menjadi tenang dan harmonis, sebab berbelanja sesuai kemampuan.  Orang yang sederhana, hidupnya tidak diburu oleh nafsu yang membinasakan, pikiran selalu kurang, dan berbagai ambisi yang membuat jiwa semakin kering.

Menghindari sikap hidup boros dan berlebih-lebihan, yang berakibat menimbulkan penyesalan, kerugian, lilitan hutang,  harta terbuang-buang percuma dan tersalurkan kepada sesuatu yang tidak semestinya.
Kemewahan membuat seseorang hanya sibuk memikirkan diri sendiri, dan selalu merasa kurang.Hidup sederhana, membuat kita memiliki kelebihan harta untuk membantu fakir miskin (baik zakat, infak, sodaqoh dan hibah). 

Kesederhanaan bisa menimbulkan empati dan merekatkan semua kelompok dalam masyarakat. Orang kaya yang sederhana, mudah membangun relasi dengan orang miskin. Pemimpin yang sederhana bisa berinteraksi dengan rakyatnya tanpa ada jurang pemisah,  dan dicintai rakyatnya. Pemimpin yang hobi menumpuk harta akan dibenci dan ditumbangkan rakyatnya.

Orang yang hidup sederhana, ketika kekurangan tidak menghalalkan segala cara untuk memperoleh harta agar dihormati. Ketika mempunyai harta lebih, tidak tergoda untuk bermewah-mewahan, menumpuk harta, dan memanjakan diri dengan segala fasilitas serba lux.

Tips Hidup Sederhana


Tanamkan bahwa nilai kebahagiaan hidup adalah menggapai ridho Alloh, dengan memperbanyak ketaatan kepada Alloh SWT. Sumber kebahagiaan bukan materi. Bangun sikap qona’ah, yaitu merasa rela menerima segala pemberianNya dan selalu merasa cukup dengan apa yang ada.

Berbelanja barang yang dibutuhkan dan berdasarkan fungsinya. Bukan berdasarkan nafsu dan gengsi, serta tidak berlebihan, sehingga tidak habis waktu untuk merawat harta yang kita miliki. Waktu yang ada bisa lebih banyak digunakan untuk beribadah.

Meningkatkan iman dan memperbanyak amal sholih dengan niat ikhlas karena Alloh semata. Sehingga visi dan misi hidup semakin jelas.

Meninggalkan gaya hidup egoistis yang sempit, sehingga kita selalu berusaha memberi manfaat sebanyak-banyaknya kepada sesama manusia. Hidup kita akan terasa panjang, indah, dan selalu penuh nilai.

Memperbanyak sedekah sebagai tanda syukur terhadap nikmat yang ada, dan sabar jika diberi kesempitan. Peduli terhadap penderitaan orang lain. Mengutamakan kepentingan orang lain yang lebih membutuhkan daripada dirinya sendiri.

Hidup sederhana harus ditanamkan sejak dini dalam lingkungan keluarga, agar perilaku dan pola pikir hidup sederhana betul-betul menjadi jalan hidup (way of life) bagi seluruh anggota keluarga muslim. Imam Ghozali: “Tidak boleh orangtua membiasakan anaknya hidup enak bergelimangan harta, memakai perhiasan dan alat-alat yang serba lux. Jika anak dibiasakan sejak dini dengan gaya hidup mewah, maka ia akan menghabiskan umurnya dalam kehidupan yang serba mewah itu. Akibatnya, ia akan jatuh ke dalam jurang kehancuran selama-lamanya”.

[Ummu Hafizh]
Sumber : http://www.suara-islam.com/read/index/6654/Keluarga-Muslim-Hidup-Sederhana

MENELADANI KESEDERHANAA RASULULLAH

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh M Husnaini
Dalam sebuah riwayat yang dituturkan Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Sekiranya aku punya emas sebesar gunung Uhud ini, niscaya aku tidak akan senang jika sampai berlalu lebih dari tiga hari, meski padaku hanya ada sedikit emas, kecuali akan aku pakai untuk membayar hutang yang menjadi tanggunganku” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Itulah kesederhanaan hidup yang dicontohkan Rasulullah. Beliau adalah tipe manusia yang paling sederhana di kolong jagad ini. Tidak gemar menumpuk harta, kecuali hanya untuk modal hidup. Dapat dipahami jika saat wafat, baju besi beliau digadaikan kepada seorang Yahudi untuk ditukar dengan gandum sebagai warisan bagi keluarga beliau.

Sebagai pemimpin yang menggenggam kekuasaan dan pengaruh besar, tentu Rasulullah mampu hidup bergelimang harta. Tetapi beliau lebih memilih hidup secara sederhana. Posisi terpandang dan disegani seluruh masyarakat Arab tidak lantas beliau manfaatkan sebagai batu loncatan untuk mengeruk kekayaan bagi diri dan sanak famili.

Itulah yang membedakan Rasulullah dengan pemimpin kebanyakan. Beliau menjadi besar karena membesarkan umat. Bukan memperalat umat demi membesarkan nama pribadi. Gelar Al-Amin sudah melekat pada nama beliau sedari muda. Gelar mulia itu diakui oleh kawan sekaligus lawan.

Kesederhanaan juga diajarkan Rasulullah dalam urusan ibadah. Ketika beliau masuk masjid dan mendapati seutas tali memanjang antara dua tiang, beliau bertanya, “Tali apakah ini?” Setelah dijawab bahwa tali itu milik Zainab yang digunakan untuk bertopang ketika ia lelah melakukan shalat, Rasulullah lantas bersabda, “Lepaskan saja. Hendaklah seseorang melakukan shalat ketika sedang bersemangat. Jika sudah letih, hendaklah ia tidur” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Demikian pula ketika beliau menasihati Abdullah bin Amr bin Al-Ash yang menyatakan hendak menghabiskan siang untuk berpuasa dan malam untuk shalat sunnah, sepanjang hidup. “Jangan begitu. Berpuasalah dan berbukalah, tidurlah dan bangunlah, karena sungguh untuk tubuhmu ada hak atas dirimu, kedua matamu ada hak atas dirimu, isterimu ada hak atas dirimu, untuk tamumu juga ada hak atas dirimu.” Ketika Abdullah bin Amr bin Al-Ash bersikeras ingin memperbanyak puasa sunnah, beliau bersabda, “Kalau begitu berpuasalah seperti Nabi Dawud--berpuasa sehari, berbuka sehari--dan jangan engkau tambah lagi dari itu” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Betapa indah menjalani hidup demikian. Kita bisa bekerja tanpa harus silau terhadap harta. Selalu ada jeda untuk melangitkan setiap urusan dunia melalui rangkaian ibadah. Kita juga tidak lari dari realita dunia dengan dalih ibadah. Seperti Rasulullah, beliau ahli ibadah, tetapi masih memiliki kesempatan untuk menikmati makanan, minuman, pakaian, dan hiburan. Beliau bahkan tidur dan beristirahat, menikah dan bercengkerama dengan keluarga.

Kita yang mengaku umat beliau justru merasa susah mempraktikkan kesederhanaan dalam urusan dunia. Alam keseharian kita seolah tidak memberikan ruang untuk tidak terpukau kemilau harta. Ironisnya, kita begitu mudah untuk mempraktikkan kesederhanaan dalam urusan ibadah. Jadilah kita begitu rajin mengumpulkan investasi dunia sembari mengabaikan tabungan akhirat.

Sekalinya kita mampu sederhana dalam urusan dunia, ternyata bukan sebuah pilihan, melainkan keterpaksaan akibat kehilangan daya saing untuk meraup harta. Begitu terlempang jalan di depan mata, berjuta cara segera kita tempuh agar dapat merengkuh harta tanpa mengindahkan perkara halal atau haram.

Disadari, memang tidak ada manusia di bumi yang sanggup meniru persis perilaku Rasulullah. Tetapi mengamalkan ajaran Rasulullah secara tebang pilih jelas bukan sebuah sikap bijak. Tidak pantas kita berlaku sederhana dalam urusan ibadah, sementara loba dalam urusan dunia. Ketika kita berhasil berlaku sederhana dalam urusan ibadah, jangan-jangan itu bukan mengamalkan ajaran Rasulullah, melainkan wujud kemalasan kita dalam beribadah.


Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya

Alifia Ikutan Nari katanya