Friday, October 23, 2009

ECONOMY ISLAM NOT MERELY LIMITED TO MOSLEM LAW BANK

Oleh: AM Hasan Ali, MA

Fenomena perbankan syariah di Indonesia dan lembaga keuangan syariah lain-nya telah mengantarkan pemahaman terhadap umat Islam Indonesia adanya kelembaga-an ekonomi dalam Islam. Sebelum dikenal perbankan syariah secara kelembagaan, pengetahuan tentang masalah ini masih berbentuk kajian teoritis tentang kemungkinan implementasi ekonomi Islam dalam wujud lembaga keuangan. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana model kelembagaan ekonomi Islam? Dalam wujud apa kelembagaan ekonomi Islam itu? Dan masih banyak deretan pertanyaan yang berkaitan dengan lembaga keuangan syariah yang intinya mempertanyakan apakah dimungkinkan ekonomi Islam itu terlembagakan dalam sebuah institusi keuangan modern, semacam perbankan ataupun lembaga keuangan lainnya? Bahkan meningkatkan penggunaan dana halal dari 5% sampai menjadi 88% minimal kepada masyarakat muslim, sehingga dapat mendekati keadilan yang semestinya ...

Jawabannya adalah bisa dan dimungkinkan, walupun realitanya kita dituntut melalui jalan proses islamisasi dari berbagai lembaga keuangan modern yang notabene-nya merupakan hasil temuan dari kaum kapitalis-Barat dan kendaraan bagi mereka untuk mensukseskan cita-cita mewujudkan imperium perekonomian global. Pilihan islamisasi merupakan pilihan yang mengandung "pil pahit" karena kita dianggap sudah tidak dapat menemukan lembaga keuangaan syariah yang betul-betul genuine bersumber dari al-Qur'an maupun as-Sunnah. Akibatnya, kita sedikit banyak akan mengekor dengan model lembaga keuangan yang ditawarkan oleh kaum kapitalis-Barat, bahkan terkesan adanya mencari celah (hela) untuk tidak terperosok pada kondisi yang dianggap tidak sesuai dengan syariah Islam. Sebagai contohnya adalah beberapa produk perbankan syariah yang disinyalir tidak jauh berbeda dengan produk yang ada di perbankan konvensional. Seperti, murabahah yang diselipi akad wakalah menyerupai pinjaman kredit yang terjadi pada bank berbasis bunga. Lain dari itu, model bagi hasil yang mengacu pada prinsip revenue sharing telah meniscayakan kebersamaan dalam menanggung kerugian antar pihak yang melakukan kerjasama karena kerugian investasi hanya ditanggung oleh pihak mudharib dan tidak dibagi secara adil dengan pihak pemodal (shahib al-mal).
Dalam beberapa hal munculnya lembaga keuangan syariah di Indonesia semacam perbankan syariah mempunyai arti yang penting bagi perkembangan ekonomi Islam di masa mendatang. Munculnya lembaga keuangan syariah di Indonesia saat ini merupakan fase booming-nya ekonomi Islam secara kelembagaan. Banyak sekali perbankan syariah, asuransi syariah dan lembaga keuangan yang mengusung nama syariah bermunculan seperti jamur di musim hujan. Bahkan, ada asumsi kalau tidak ikut mendirikan lembaga keuangan syariah atau paling tidak dengan cara membuka unit usaha syariah dianggap tidak mengikuti trend masa ini dan nantinya akan ditinggal oleh umat Islam serta belum diakui keislamannya dalam berekonomi.
Tetapi, yang perlu diperhatikan adalah kesadaran kita akan suatu pemahaman bahwa ekonomi Islam bukan hanya dimonopoli oleh dunia perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya. Hal ini dikarenakan paradigma masyarakat sementara ini masih menganggap bahwa kalau bicara tentang ekonomi Islam orientasinya langsung tertuju pada eksistensi lembaga keuangan syariah yang termanifestasikan dalam wujud perbankan syariah ataupun asuransi syariah. Intinya, ekonomi Islam itu adalah perbankan syariah dan asuransi syariah. Paradigma yang tidak keseluruhannya salah, tetapi ada yang perlu diluruskan di dalamnya. Bahwa ekonomi Islam itu tidak hanya perbankan syariah dan asuransi syariah. Sebaliknya, perbankan syariah dan asuransi syariah merupakan serpihan kecil dari ekonomi Islam yang terlembagakan dalam institusi keuangan syariah.
Lebih luas lagi, pemahaman mengenai ekonomi Islam merupakan penjabaran dari ajaran Islam itu sendiri yang bersumber dari al-Qur'an dan as-Sunnah. Banyak ayat al-Qur'an dan as-Sunnah yang telah memberikan panduan kepada kita untuk melakukan kegiatan ekonomi. Pada tataran mikro, kegiatan ekonomi Islam juga dapat diterapkan pada kehidupan rumah tangga. Prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi Islam menjadi landasan dalam membangun kehidupan berumah tangga dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Ajaran tentang hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan serta berlaku tidak boros merupakan bagian kecil dari ajaran Islam yang bermuatan ekonomi. Di sisi yang lain, prinsip hidup yang memberikan pedoman tentang ajaran "berpuasa itu lebih baik dari pada berhutang" adalah cerminan dari nilai ekonomi Islam.
Pada gambaran di atas keduanya dapat saling melengkapi. Pertama, implementasi ekonomi Islam dalam tataran makro-kelembagaan dengan model perbankan syariah dan lembaga keuangan syariah lainnya sebagai acuan pelaksanaan. Kedua, pelaksanaan ekonomi Islam dalam tataran mikro-keluarga dengan cara penundukkan pada nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam al-Qur'an maupun as-Sunnah untuk diimplementasikan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat. Jika keduanya berjalan bersamaan berarti cakupan pada skala mikro dan makro sudah dapat diwujudkan dalam imple-mentasi secara riil. Masalahnya sekarang adalah mengukur seberapa besar tingkat keterlibatan umat Islam dalam melaksanakan nilai-nilai ekonomi Islam yang terkandung dalam al-Qur'an dan as-Sunnah baik dalam tataran mikro-keluarga atau makro-kelem-bagaan. Sebuah pekerjaan yang besar dan proyek yang menantang jika diadakan penelitian secara serius tentang hal tersebut. Saat ini, belum ada gambaran yang jelas tentang "peta" keterlibatan umat Islam Indonesia dalam menjalankan syariah Islam yang bermuara pada perilaku ekonomi.
Realita di masyarakat kita, umat Islam Indonesia sudah memberikan perhatian yang serius terhadap konsistensi melaksanakan ajaran Islam walau masih belum sempurna. Khusus dalam masalah ekonomi, praktek kehidupan yang sederhana dan tidak berlebihan sudah menjadi pemandangan yang khas dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama di pedesaan. Mereka mencukupi kehidupannya dengan kekayaan alam yang ada di lingkungan sekitar. Tidak berlebihan jika mereka terlihat sebagai satuan keluarga yang hidup dalam kebersahajaan dan merasa tenang dengan kehidupan yang dijalaninya bersama masyarakat lainnya. Suasana kehidupan seperti ini dibangun atas dasar kesadaran untuk selalu mencari ridha dari Allah Swt. dan selalu diorientasikan untuk mengejar karunia yang sebelumnya sudah dipersiapkan oleh Allah Swt. bagi kehidupan manusia di alam dunia ini. Potret kehidupan seperti di atas merupakan salah satu serpihan dari pelaksanaan ajaran ekonomi Islam yang sudah terlembagakan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.
Di sisi yang lain, nilai moral yang berisikan ajaran untuk "berpuasa dari pada berhutang" merupakan serpihan lain dari perilaku dalam melaksanakan ajaran ekonomi Islam yang mempunyai arti penting terhadap pemenuhan kebutuhan kehidupan berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara. Ajaran moral ini sangat simpel dan sederhana tetapi mempunyai implikasi yang besar bagi kehidupan manusia baik pada skala mikro maupun pada skala makro. Implementasi ajaran untuk "berpuasa dari pada berhutang" mengandung nilai implisit agar kita selalu mengedepankan semangat berdikari dan semangat bertumpu pada kekuatan sendiri dengan tidak menggantungkan pada kekuatan orang lain dengan mengharapkan bantuan dan pertolongan jika suatu ketika mengalami kondisi kekurangan ekonomi. Nilai moral ini memberikan pelajaran bagi kita semua agar pada kondisi dimana kita mengalami kekurangan ekonomi, membiasakan untuk "ber-puasa" adalah sesuatu yang lebih baik dari pada kita harus "berhutang" kepada pihak lain. Pada kondisi seperti ini, kekurangan kebutuhan ekonomi kita ditahan dalam batas tertentu dengan cara menjalankan puasa serta berusaha mencari kekurangan tersebut dengan mencoba berwirausaha, baik melalui usaha sendiri ataupun dengan bekerja pada orang lain.
Persepsi yang tidak kesemuanya benar saat ini adalah tradisi "berhutang" telah menjadi sesuatu yang membanggakan, bahkan telah menjadi trend baru bagi model pembangunan yang sedang digalakkan di republik ini. Tidak hanya pengusaha swasta yang mempunyai tradisi kurang baik ini, tetapi pemerintah sendiri memberikan contoh yang vulgar berkenaan praktek hutang ke beberapa negara donor. Data setiap tahun anggaran pendapatan dan belanja negara memastikan adanya rekening yang bersumber dari bantuan (baca: hutang) luar negeri. Hal ini menggambarkan bahwa perekonomian Indonesia saat ini tidak dapat melepaskam dari lilitan hutang luar negeri. Sebuah gambaran negara yang penduduknya hidup dibiayai dari hutang. Amat tragis dan memilukan. Masalah ini akan terurai jika ada keberanian dari shareholder dan stockholder dari negara ini untuk mengambil keputusan agar melakukan "puasa" bersama, baik pemerintahnya ataupun penduduknya. Sudah saatnya kita sekarang ini "puasa" bersama dan tidak "berhutang" demi kemaslahatan di masa mendatang dengan mengacu pada kemampuan dan kekuatan yang ada di negeri ini. Maka dari itu perlu adanya penyampai-an informasi yang luas terhadap masyarakat agar membiasakan "berpuasa" daripada "berhutang". Bila perlu ada gerakan nasional secara menyeluruh puasa bersama-sama antara elemen bangsa. Jika ini terlaksana, maka serpihan nilai ekonomi Islam yang bermuatan moral dapat diimplementasikan dalam kehidupan riil.
***
Realita di atas perlu disadari bersama bahwa ekonomi Islam mempunyai cakupan yang luas, tidak hanya sekedar yang berskala makro-kelembagaan dengan model perbank-an syariah ataupun asuransi syariah, tetapi lebih jauh dari itu implementasi ekonomi Islam dapat terlaksana melalui kesadaran akan perilaku individu di keluarga untuk melaksanakan ajaran Islam secara kaffah, khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai ekonomi. Ekonomi Islam dapat ditumbuhkembangkan dari lingkungan keluarga dengan cara menjalankan ajaran Islam itu sendiri. Ini yang menjadi titik pembeda antara konsep ekonomi Islam dengan konsep ekonomi konvensional, baik kapitalis maupun sosialis. Dalam ajaran Islam, melaksanakan ekonomi Islam dalam kehidupan sehari-hari mem-punyai arti juga menjalankan Islam itu sendiri, karena sumber yang dijadikan dasar dalam melaksanakan ekonomi Islam adalah agama Islam dengan al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai referensi utamanya. Sedang dalam ekonomi konvensional (baca: kapitalis dan sosialis) sudah melepaskan nilai-nilai moral dan tidak mempunyai rujukan yang otentik semacam ekonomi Islam. Wallahu 'alam bis shawab.
.................................................................................

Phenomenon of moslem law banking in Indonesia and financial institution of other-its moslem law has sent understanding to islam people Indonesia existence of kelembaga-an economy in islam. Moslem law banking in institute, the science of this problem still in form of theoretical study about possibility of islam economy implementation in the form of financial institution. Question that emerging is how model of islam economy institute? In the form of what that institute of islam economy? And still much related to question consecutions moslem law financial institution that its nucleus question what/wheter enabled that islam economy institutionalize in a modern finance institution, a kind of banking or financial institution other? Even improve the usage of lawful fund from 5% till become 88% minimize to moslem society, so it's can come near justice that should be ...

Its answer is can and enabled, although in reality we are claimed by the way of Islamization process from various of modern financial institutions that notabene-its is finding result from capitalist-west clan and vehicle for them for make a go of aspiration realize imperium global economics. Islamization Choice is choice that contain "bitter pill" because we are assumed have not already can find institute keuangaan moslem law that really genuine stem from al-Qur'an and also as-Sunnah. As a consequence, we more or less of tail by financial institution model that offered by capitalist-west clan, even impressed existence of gap searching (haul) terperosok at condition that assumed disagree with islam moslem law. As an example is some product of moslem law bankings that disinyalir are not far cry with product that exist in conventional banking. Like, murabahah that inserted contract wakalah look likes credit loan that happened at bank base on interest. Differ from that, sharing holder model that refer to principle sharing revenue already 'meniscayakan' togetherness in accounting loss between party that conduct cooperation because invesment loss are only accounted by mudharib and not apportioned with pemodal (shahib al-mall).
In some cases appearance of moslem law financial institution in Indonesia a kind of moslem law banking have meaning that necessary for islam economic development in the future. Appearance of moslem law financial institution in Indonesia at this time is phase booming-nya islam economy in institute. A lot of moslem law banking, moslem law insurance and financial institution that carry moslem law name pops out fungoid in the rains. Even, there is assumption if not follows found moslem law financial institution or at least by open moslem law business unit is assumed not follow trend a period of this and later will be remained by islam people and have not yet confessed keislamannya in.
But, that must paid attention is our awareness will an understanding that islam economy not merely dimonopoli by world of moslem law banking or moslem law financial institution other. This condition because of this temporary society paradigm still assume that if talking about its economy of orientation islam direct concentrated to 'eksistensi' moslem law financial institution that 'termanifestasikan' in the form of moslem law banking or moslem law insurance. Principally, that islam economy is moslem law banking and moslem law insurance. Paradigm that is not in its entirety wrong, but there is that must straightened in it. That that islam economy not only moslem law banking and moslem law insurance. On the contrary, moslem law banking and moslem law insurance is small shiver from islam economy that institutionalize in institution of moslem law finance.
Broader next, understanding hits islam economy is formulation from teaching of itself islam that stem from al-Qur'an and as-Sunnah. Much verses al-Qur'an and as-Sunnah that have gave guidance to us to conduct economic activity. At micro tataran, islam economic activity also can be applied at domesticity. Elementary principles in islam economy become base in developing life keeps house and in order to fulfill need of family life. Teaching about simple life and is not excessive and go into effect is not wasteful is small part of islam teaching that economy. Beside other, life principle that give guidance about teaching "fast that's better before owe" is reflection from value of islam economy.
At picture above its second can each other equip. First, implementation of islam economy in tataran institute-macro by model of moslem law banking and moslem law financial institution other as the execution reference. Second, execution of islam economy in tataran family-micro by penundukkan at economy values that implied in al-Qur'an and also as-Sunnah for diimplementasikan in family life and go into society. If its second walk at the same time mean coverage at micro and macro scale already can be realized in imple-mentasi in real. Its problem now is measure how big level of islam people involvement in executing values of islam economy that implied in al-Qur'an and as-Sunnah either in tataran family-micro or makro-kelem-bagaan. A big job and project that challenge if performed research in serious about the matter. At this time, there is no clear picture about "map" involvement of islam people Indonesia in running islam moslem law that at economy behavior.
Reality in our society, islam people Indonesia has gave serious attention to consistency execute islam teaching although still in rough. Special in economic affair, simple life ce and in moderation has became specific view in society life Indonesia, especially in rural. Enough They its life with natural resources that exist in environment about/around. In moderation if they are seen as set of life family in kebersahajaan and feel peace with life that the of with other society. Life Atmosphere like this built on the basis of awareness for always searching ridha from Allah SWT. and always oriented to pursue previous grant from above already prepare by Allah SWT. for human life in this world nature. Life portrait as in to the is one of shiver from execution of islam economy teaching that already institutionalize in family life and go into society.
Beside other, moral value that teaching comprising for "fast before owe" is shiver differ from behavior in executing teaching of islam economy that have important meaning to accomplishment of family life need, go into society and. This moral Teaching very simpel and simple but have big implication for human life either at micro scale or at macro scale. Teaching Implementation for "fast before owe" contained value implisit in order to we always place forward spirit of paddle own canoe and spirit of lay on strength by it self without reckoned on others strength by expected aid and help if at one time experience of condition of economy insuffiency. This moral value gives lesson for all of us in order to at condition where we experience of economy insuffiency, accustom for "ber-puasa" it's a matter of better than us must "owe" to other party. At condition like this, our insuffiency of economy need under arrest after a fashion by run fasting and try insuffiency searching are referred as by try 'berwirausaha', either through effort by it self or by employ at others.
Perception that not kesemuanya correctness at this time is tradition "owe" have come to a matter of pride upon, even have come to new trend for development model that is being emboldened in this republic. Not only private sector entrepreneur that have this unfavourable tradition, but government by it self exemplifies vulgar berkenaan debt ce to some donor countries. Data every year general revenues and expenditure budget ascertains existence of account that stem from aid (read: debt) overseas. This condition depicted that economics Indonesia at this time not can melepaskam from overseas debt cir*****ference. A state picture that its resident life is defrayed from debt. Tragic and heartbreaking Amat. This Problem will be ravelled if there is bravery from shareholder and stockholder from this country to take decision in order to conduct "fasting" together, either its government or its resident. Time has come we this time "fasting" together and not "owe" to benefit in [the] future by refer to ability and strength that exist in this country. Then from that must existence of penyampai-an wide information to society in order to accustom "fast" than "owe". When needed there is national movement in totally fasts together between nation element. If this executed, then shiver of islam economy value that moral can diimplementasikan in real life.
***
Reality above must realized together that islam economy have wide coverage, not only simply that institute-macro by model perbank-an moslem law or moslem law insurance, but rather far from that implementation of islam economy can be executed pass by conscious thought to individual behavior in family to execute islam teaching in kaffah, specially related to economy values. Islam Economy can ditumbuhkembangkan from family environment by run islam teaching it self. This that become distinguishment between concept of islam economy and economy concept conventional, either capitalist or socialist. In islam teaching, execute islam economy in daily file that has a meaning also runs islam it self, because taken as source elementary in executing islam economy is Islam with al-Qur'an and as-Sunnah as the reference the core important. Is being in conventional economy (read: capitalist and socialist) has released moral values and have no pukka reference a kind of islam economy. Wallahu 'alam bis shawab

No comments:

Post a Comment

Alifia Ikutan Nari katanya