Thursday, April 21, 2011

KEUTAMAAN ASI DAN KB DALAM PERSPEKTIF AL-QUR'AN

Untuk Seorang Ibu Yang Telah Rela Memberikan Asinya Sebagai Wujud Bentuk Kasih Sayang Yang Tidak Bisa Di Balas Dengan Uang.

“para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (al-baqarah:233).

Ayat di atas benar-benar merupakan perhatian Allah atas kesungguhan pentingnya seorang ibu mencurahkan kasih sayangnya kepada bayi yang masih mungil tak mengerti apa-apa. Sebagai orang tua, ibu yang baik pasti tak akan rela bayinya menderita. Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang pasti sangat mengetahui keadaan setiap anak manusia yang membutuhkan pertolongan.

Penciptaan manusia ke alam dunia sudah difasilitasi oleh Allah jauh sebelum lahir dari alam kandungan. Air susu ibu (ASI) merupakan bukti Allah SWT atas pilihan-Nya untuk menjadikan bayi menjadi sehat. Salah satu faktor yang sudah diteliti bahwa di dalam ASI mengandung zat pembangun aspek fisik juga mental bagi seorang bayi. Maka, apalah artinya bila Allah telah mengadakan ASI kemudian ibu membiarkan bayinya tidak disusukan dengan sempurna!

Kalau seorang bayi akan bercengkerama dengan ibunya, ASI juga menjadi media yang dapat mewakili keinginannya. Keduanya saling mencurahkan kebutuhannya; si bayi dapat mengenal ibunya dan ibu pun memahami perlunya bayi akan belaian kasih sayangnya. Hubungan yang sedemikian mesra terjalin di antara keduanya. Subhanallah.

Jelaslah bahwa ASI bukan sekadar memberi sehat, juga ‘sarana’ pencurahan kasih sayang. Aksi seorang bayi pada lima tahun pertama (Balita) ditentukan pada kesediaan seorang ibu menyusukan ASI secara sempurna kepadanya selama dua tahun pertama sejak kelahirannya (Baduta). Kehendak-Nya sangat menjangkau keberadaan makhluk-Nya.


KB Lambang Kasih Sayang
Adakah yang menyangkal bahwa penyempurnaan penyusuan jauh lebih baik daripada tindakan untuk buru-buru memutuskan hubungan kasih sayang (penyapihan) sebelum genap dua tahun (Bayi Dua Tahun atau Baduta)? Saya yakin semua sepakat bahwa Allah SWT menyampaikan firman-Nya dengan pertama-tama mengajak penyempurnaan penyusuan kepada seorang ibu karena ada nilai keutamaan di dalamnya.

Sekalipun kalimat selanjutnya pada ayat yang sama disampaikan, “... Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya, ” sesungguhnya merupakan tawaran Allah SWT bagi yang terpaksa karena sesuatu hal yang dipandang sangat penting untuk berbuat seperti itu.

Ajakan pertama jauh lebih penting daripada tawaran kedua, sekalipun tidak termasuk perbuatan dosa! Setiap manusia akan merasakan kesulitan bila tanpa kesungguhan untuk menjadi sempurna. Demikian juga kita dapat memahami mengapa Allah memberi peluang bagi ibu yang tidak mampu menyempurnakan penyusuan kepada bayinya. Akan tetapi, kualitas perbuatan sangat berpengaruh terhadap akibat kesudahannya. Pasti akan berbeda kualitas fisik dan mental seorang bayi yang menyusu ASI dua tahun dengan yang putus sebelum sempurna dua tahun.

Ayat Allah sangat mengandung pesan-pesan keberkahan dan kebijaksanaan. Keberkahan akan diperoleh oleh seorang bayi yang bersama ibunya dalam pelukan kasih sayang melalui perantaraan ASI. Dengan ASI, bayi menjadi sehat dan ibu pun bahagia. Namun demikian, Allah juga Maha Bijaksana, bahwa tidak semua ibu mampu menyusukan bayinya secara sempurna, maka baginya tidak disebut berdosa bila tak sanggup untuk menggenapkan penyusuan ASI selama dua tahun.

Seruan membesarkan anak (bayi) agar menjadi sehat adalah kemuliaan Allah atas diri-Nya sebagai Tuhan Yang Maha Pencipta. Kumpulan ayat-ayat-Nya di dalam al-Qur’an sangat menolong manusia yang ingin hidup dalam kasih sayang-Nya. Sekiranya Allah tidak menurunkan Rasul-Nya untuk membacakan ayat-ayat-Nya, maka gelaplah kehidupan umat manusia.

Jika Allah SWT mengajak atau memberi perintah, maka sudah sepatutnya kita mengikuti ajakan atau perintah-Nya. Kemampuan manusia sangat terbatas untuk menjangkau ayat-ayat-Nya bila tidak ada kebijaksanaan Allah memberinya pengetahuan. Adakah yang dapat ditadabburi dari ayat-ayat-Nya, selain kita harus mengamalkannya?

Ayat 233 surat al-Baqarah merupakan landasan utama bagi seorang ibu yang berkeinginan menyempurnakan penyusuan kepada bayinya. Maka, bila kita mau merenung, ajakan ini mengarahkan kita untuk tidak melakukan perencanaan melahirkan anak berikutnya sebelum bayinya sempurna berusia dua tahun. Secara kelembagaan, program KB (Keluarga Berencana) yang digalakan oleh pemerintah (BKKBN) meminta kepada seluruh keluarga untuk mengatur kelahiran sangat mengait dengan ayat ini. Artinya, KB secara program merupakan ajakan kasih sayang dalam merencanakan keluarga yang sehat, sejahtera dan berkualitas.

Mengatur kelahiran berjarak dua tahun tidak sama dengan melarang untuk melahirkan kembali. Perencanaan kelahiran dengan melandaskan kepada kasih sayang memiliki keutamaan daripada berbanyak kelahiran tanpa memperhatikan berbagai aspek yang mendukungnya. Kasih sayang seorang ibu, juga bapak, kepada anaknya yang masih teramat mungil untuk menjadi calon seorang kakak tidak sepatutnya dilakukan dengan memutus hubungan (menyapih) terlalu buru-buru. Tundalah paling tidak selama dua tahun!

Bagaimana bila mengatur kelahiran (kehamilan berikutnya), sesudah selesai masa penyempurnaan penyusuan, lebih dari dua tahun? Bukan dosa dan tidak menjadi masalah sepanjang masih memungkinkan usia seorang ibu untuk mempersiapkan kehamilan berikutnya!

Penundaan ini dapat diisi dengan mendidik bayi, melimpahkan perhatian dengan sepenuh hati untuk merawatnya agar sehat, berkomunikasi (menjalin hubungan dengan bayi), memulihkan kesehatan ibu, dan manfaat-manfaat lainnya. Bagi seorang suami, istri bukanlah sapi perahan yang hanya dijadikan untuk kepentingan dirinya. Kesehatan reproduksi ibu juga patut diperhatikan. Sistem keseimbangan antara jasad (fisik) ibu yang memiliki rahim dengan kesehatan tidak begitu saja dibiarkan.

Secara kodrati, seorang wanita selama hidupnya dapat melahirkan lebih dari sepuluh bayi. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah sejauh mana mereproduksi anak dengan tidak memperhatikan aspek-aspek pendukung lainnya? Faktor-faktor seperti kesehatan, ekonomi, psikologi, hubungan antar sesama (sosiologi), hak anak untuk memperoleh perlindungan (hukum), pendidikan dan lain-lain, adakah telah diberikan perhatian dengan kelahiran banyak anak?

Allah SWT telah memperingatkan kepada para orang tua yang meninggalkan anak-anaknya dalam keadaan lemah, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (an-Nisa:9).

Jelaslah bahwa bukan sebatas melahirkan anak keturunan, selain juga memperhatikan kesudahannya (pasca melahirkan seorang anak). Pertanggungjawaban seorang ayah tidak dapat bebas tanpa berpikir menyeimbangkan kelahiran anak dengan berbagai aspek lain yang menyertainya.

Sekiranya anak akan dijadikan sebagai aset di masa yang akan datang, adakah perhatian kepada mereka menjadi anak yang saleh lagi berkualitas? Untuk menyiapkan mereka membutuhkan banyak hal yang wajib dipenuhi: makanannya, perkembangan mentalnya, akhlaknya, pendidikannya dan banyak aspek lainnya. Tanggung jawab orang tua kepada anak merupakan hak mereka yang harus dapat dipenuhi.

Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan sebuah syair seorang bayi yang telah sempurna memperoleh ASI menyampaikan terima kasih kepada ibunya

Alifia Ikutan Nari katanya